Tobbyas Ndiwa, kuasa hukum Kapolres Nagekeo AKBP Yudha Pranata,SIK mengkritik keras opini subyektif Primus Dorimulu sekaligus mempertanyakan apa legal standing Primus yang telah menyudutkan klienya pasca kunjungan Presiden Jokowi belum lama ini di Mbay, Nagekeo Nusa Tenggara Timur.
Dimana dalam opini yang ditulis melalui media www.investortrust.id dengan judul :Mengesankan, Lima Jam Jokowi di Nagekeo, (minggu/10/12/23), Primus telah mencampuradukan agenda kunjungan Jokowi, dengan menciptakan kegaduhan baru terkait urusan penegakan hukum, dengan kunjungan Presiden untuk menyesatkan publik Nagekeo yang tidak ada hubungan sama sekali dengan klien saya.
Dalam siaran persnya, Tobby sangat kecewa dengan opini Primus Dorimulu, sebagai seorang tokoh jurnalis senior nasional yang menurutnya ia hormati, kaya pengalaman di media-media ternama tanah air. Dalam opini yang di publish Primus menyudutkan kliennya, Tobby mempertanyakan apa kapasitas Primus dalam hal ini menyeret-nyeret nama baik klien saya.
“Apakah Primus sebagai kuasa hukum Bupati Nagekeo kah, sebagai Humas Pemkab Nagekeo kah, sebagai Jurnalis kah, atau sebagai adik kandung Bupati Nagekeo dr.Johanes Don Bosco Do. Karena narasi yang dibangun Primus, tidak konsisten melebar kemana-mana.” tegas Tobby setelah membacanya.
Ia menilai, di satu sisi narasinya mengapresiasi kunjungan Jokowi, di sisi lain ‘meminjam’ berbagai reaksi warga Nagekeo tentang batalnya beberapa agenda kunjungan presiden Jokowi, lalu ujungnya memunculkan peristiwa lama terkait beberapa proses penegakan hukum yang sempat menjadi polemik mencuat di publik, dugaan isu korupsi melibatkan Bupati Nagekeo dr.Johanes Don Bosco Do dan beberapa oknum lainya.
“Sebenarnya fokus opini yang mana, ini kok acak kadut istilah orang Betawi. Karena sangat bertentangan antara isi dengan judul opini.” ungkap dia.
Dalam sekian banyak isi opini, diketahui Primus mengapresiasi prestasi Jokowi yang berhasil membangun sekian puluhan waduk di NTT dan NTB terkesan hanya sebagai pelengkap opini. Namun substansinya justru malah menyinggung menyudutkan kliennya.
“Bukankah segala tuduhan dan fitnah terhadap klien saya semuanya tidak terbukti dalam proses etik di internal Polri. Itu kan telah clear. Kok tiba-tiba membuat narasi baru. Negara ini ada aturannya, bukan semau Primus Dorimulu.” tegasnya.
Ia juga menyampaikan sepenggal kutipan opini Primus dengan meminjam reaksi masyarakat Nagekeo sebagai tameng opininya dijadikan celah untuk menyudutkan kliennya ;
“Namun untuk menilai reaksi publik, lihatlah reaksi spontan masyarkat Nagekeo. Reaksi spontan itu terbaca dengan sangat jelas di Pasar Danga, pasar terbesar di Nagekeo yang terletak persis di Mbay, ibu kota kabupaten. Pasar yang sudah direvitalisasi oleh Pemda Nagekeo, meski sepenuhnya selesai karena keburu’’ditorpedo’’ dengan semena-mena oleh Polres Nagekeo dengan bukti yang terkesan dicari-cari. Tiga tersangka kasus Pasar Danga masih tetap menyandang tersangka, entah sampai kapan.”
Menurut dia, ini pola yang sama yang lakukan Primus, sewaktu membuat kegaduhan publik Nagekeo, memanfaatkan celah dan mengeksploitasi peristiwa tancap sangkur didepan para masyarakat adat Lambo, peristiwa kenakalan beberapa adik-adik remaja Aeramo dengan kliennya, peristiwa oknum wartawan TribunFlores dan pembangunan Mushola di Nggolonio.
“Semua di framing sedemikian rupa lalu melibatkan pihak lain, termasuk rekan-rekan saya di TPDI untuk menjatuhkan nama baik klien saya selaku pejabat Kapolres Nagekeo, sebagai strategi pengalihan isu korupsi yang sedang diproses penyidik Polres Nagekeo saat itu. Saya minta saatnya publik Nagekeo melek tentang kegaduhan ini secara fair. Subyektif sekali menyerang klien saya dengan diksi “ditorpedo” yang disebutkan berulang-ulang dalam opininya, mengenai batalnya beberapa agenda kunjungan presiden Jokowi di Nagekeo, dengan mengkabinghitamkan klien saya.” beber dia.
“Tetapi akan berbeda makna apabila opini Primus dalam kapasitasnya sebagai Humas Pemkab Nagekeo, yang mungkin itu saya anggap wajar-wajar saja. Namun faktanya Primus bukan siapa- siapa, apa keterkaitan dia dengan agenda kujungan presiden Jokowi di Nagekeo, lalu menyinggung mengenai revitalisasi pasar Danga.” sambungnya.
Ia merasa Primus berperan sudah seperti hakim di pengadilan yang langsung menyimpulkan prosedur revitalisasi seolah sudah dianggap benar menurutnya. Meskipun beberapa kali terjadi perbedaan persepsi antara penyidik Polres Nagekeo dan Kejaksaan Negeri Bajawa, terjadi tarik ulur yang sempat menghebohkan publik Nagekeo.
“Padahal kalau mau fair dan gentlemen hadapi saja. Toh Hukum Acara Pidana ada rulenya. Sepanjang dalam proses hukum, tidak terbukti maka seseorang wajib terlepas dari tuntutan, atau bebas demi hukum (vrijspraak) atau acquitial, yang artinya dibebaskan dari pemidanaan.” tuturnya.
Justru kalau tidak terbukti telah melewati proses formil normatif sebagaimana dalam Hukum Acara Pidana, ia mengatakan malah bisa memulihkan nama baik seorang tersangka maupun terdakwa, termasuk Bupati Nagekeo itu sendiri yang bisa mempengaruhi trust publik Nagekeo. Dengan demikian bisa dikatakan, benar tindakan penyidik Polres Nagekeo itu keliru. Dalam revitalisasi Pasar Danga, Primus menyimpulkan dalam opininya selalu mengatakan telah sesuai prosedur, itukan versi Primus, bukan versi KUHAP.
“Wong diuji Saja belum, penyelidikan saja belum tuntas. Tidak terbukti isu korupsi, apakah berdasarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3), atau berdasarkan putusan gugatan pra peradilan, atau putusan pengadilan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang disangkakan. Opini Primus merupakan tindakan off side yang mengangkangi hukum itu sendiri. Karena faktanya selama ini Primus hanya aktif membuat narasi bantahan di media berperan seolah sebagai pengacara selaku pembela kliennya, untuk melakukan pembenaran menurutnya, bukan kebenaran menurut proses hukum yaitu due procces of law.” jelasnya.
Ia meyakini Primus terlalu jauh menyentuh materi pokok perkara diantaranya isu korupsi revitalisasi Pasar Danga, isu korupsi anggaran masker Covid-19, dan isu korupsi anggaran dalam rangka pembangunan bandara Mbay, dengan mengandalkan medianya sebagai corong untuk membela Bupati Nagekeo dan tersangka lainnya, yang seharusnya merupakan ranahnya advokat. Malahan yang lebih parah lagi, Primus memanfaatkan peristiwa kenakalan remaja beberapa adik-adik pemuda Aeramo yang bersinggungan dengan klien saya, peristiwa sangkur, pembangunan mushola, berita kontroversi yang di tulis salah satu wartawan Tribunflores, dijadikan tameng untuk mengacaukan konsentrasi publik Nagekeo, terutama penyidik Polres Nagekeo yang sebelumnya sedang gencar- gencarnya mengangkat beberapa isu korupsi yang telah disebutkan diatas untuk menjatuhkan klien saya.
“Lihat saja dugaan koruspi anggaran masker covid-19 yang ditangani Kejaksaan Negeri Bajawa menjadi tidak jelas. Padahal pernah di press realese oleh Kajari Bajawa, bahwa terbukti ada Perbuatan Melawan Hukum dan sudah naik dalam tahap penyidikan, tetapi selalu estafet saja tanapa kejelasan disetiap pergantian pejabat Kejaksaan Negeri Bajawa. Kalau publik Nagekeo jeli dan bijak, seharusnya ini bagian strategi Primus untuk pengalihan beberapa isu korupsi telah disinggung diatas. Dugaan saya, sehingga dampak dari eksploitasi semua peristiwa diatas yang ujungnya, akan timbul rasa ketidaksukaan publik Nagekeo terhadap klien saya sebagai Kapolres Nagekeo saat ini. Pola ini mirip strategi propaganda Adolf Hitler yang sempat mendapat krisis kepercayaan, dengan membuat program Nazi nya untuk menguasai Jerman dan Eropa dengan mengecam Perjanjian Versailes, dianggap tidak adil. Dimana pada pertengahan tahun 1930-an saat itu Jerman terpecah belah, lalu di Hitler memframing berulang-ulang dan agar mendapat simpati publik, dan akhirnya Jerman kembali menguasai Eropa sebagai cikal bakal Perang Dunia Kedua.” beber dia.
Ia menyatakan pernyataan kliennya terkait Bupati Don yang pernah diminta klarifikasi pada tahap penyelidikan kasus revitalisasi Pasar Danga, sewaktu Hendrikus Fai menjabat sebagai Kapolres Nagekeo sebelumnya. Namun rencana penyelidikan lanjutan kapolres Fai terlanjur dipindahkan. Menurut Tobby, padahal secara pertanggungjawban institusi, dengan diganti pejabat Kapolres yang lama, tidak serta-merta penyelidikan dan penyidikan dugaan tindak pidana sebuah perkara pidana dihentikan begitu saja. Itu wajib dilanjutkan pejabat Kapolres yang baru, sampai diterbitnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) apabila dalam penyelidikan dan penyidikan tidak terbukti.
“Itu baru sah. Yang pindah kan orangnya, berkas perkara tidak ikut pindah. Bagaimanapun dalam proses penyilidikan dan penyidikan Polri tunduk terhadap Undang-Undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, Perkap Kapolri Nomor : 6 Tahun 2019 Tentang Penyidikan Tindak Pidana, dan Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sampai hak hukum seseorang dipulihkan terbukti atau tidak, sesuai pasal 184 KUHAP. Kalau tidak terbukti ya bebas dari tuntutan.” katanya.
Namun framing yang dibangun Primus selama ini yang menggunakan beberapa kejadian di masyarakat, dimanfaatkan sebagai celah untuk menghindar dan tidak menghargai kerja polisi, dengan harapan publik Nagekeo lupa dengan isu korupsi yang diangkat Polres Nagekeo.
“Ini menjadi preseden buruk dunia penegakan hukum di Kab.Nagekeo dan sengaja mengabaikan prinsip transparansi dan akutantabel, baik dalam rangka penegakan hukum maupun kepercyaaan publik Nagekeo itu sendiri.” tegas Tobby kepada media.
Beberapa isu koruspi yang sedang ditangani Polres Nagekeo berdasarkan data yang diperoleh dari klien saya diantaranya; Dugaan Korupsi Penghapusan Aset Pasar Danga, dimana yang sudah berstatus tersangka yaitu Kadis Perindakop dan Sekdis Perindakop. Pertanyaan hukumnya, apakah itu hanya tindakan pribadi kedua tersangka, atau tindakan yang dilakukan keduanya berdasarkan perintah orang lain.
“Siapakah orang yang memerintah, dan berupa apa. Apakah perintah lisan atau berdasarkan Surat Perintah Kerja. Disitulah fungsi kepolisian untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. Lalu dalam opini Primus mengagung-agungkan Pasar Danga menjadi pasar terbesar di Nagekeo untuk meyakinkan kesan publik dalam kunjungan Presiden Jokowi. Padahal hukum melihatnya bukan itu, tetapi apakah penghapsuan aset Pasar Danga sudah sesuai prosedur hukum yang benar atau melawan hukum. Disitulah fungsi penyelidikan dan penyidikan oleh kepolisian dalam hal ini Polres Nagekeo.” katanya.
Lalu ia menjelaskan ada kasus dugaan korupsi Pembangunan Pasar Ikan, tersangkanya Hyronimus Suka selaku Penyedia Jasa. Lalu dugaan korupsi kasus Kajian Bandara Mbay, yang sudah ditetapkan sebagi calon tersangaka atas nama Kasmir Dhoy adik kandung Buapati Don sendiri. Semua proses hukum menjadi terhambat akibat pengalihan isu yang terus dilakukan Primus melalui opini-opinya selama ini.
Dalam opini Primus mengapresiasi kunjungan Jokowi di Nagekeo mendukung kelanjutan pembangunan Proyek Stategis Nasional (PSN) Waduk Lambo, Primus seolah menggiring opini publik Nagekeo, ada nuanasa pesan ingin mengatakan siapa yang paling berperan sampai dimulai dibangunya waduk Lambo, termasuk potensi manfaatnya kedepan terutama target menikan swasembada beras Mbay. Untuk hal ini biarlah masyarakat Nagekeo yang menilainya sendiri.
Terkiat batalnya beberapa agenda tambahan kunjungan presiden Jokowi di Nagekeo, berikut fakta yang sebenarnya dari Tim Protokol Istana (protis) yang saya peroleh dari klein saya selaku Kapolres Nagekeo yang harus diketahui masyarakat di Kabupaten Nagekeo agar menjadi terang dan jelas. Bahwa rencana kunjungan presiden Jokowi ke Nagekeo, pertama kali klien saya dihubungi rekan letingnya AKBP Akbar selaku Tim Advance Sekretariat Militer Presiden (Setmilpres) dari Labuan Bajo sebagai penaggung jawab Helipad untuk landing helikopter Presiden Jokowi di Mbay.
“Lalu Akbar bersama Protokol Tim Protis dan Sekretaris Presiden (Sekpres) tiba di Bandara Soa, Bajawa meminta klien saya langsung menuju bendungan Lambo, sesuai agenda resmi Presiden Jokowi meminta menemui klien saya, sekaligus mensurvey lokasi waduk dan Helipad. Setelah dinilai layak helipad tersebut, esok harinya dilaksanakan check spot. Lalu tim Advance Protis melaksanakan survey lokasi lain, dan terakhir makan siang di RM.Nusantara. Pada waktu makan siang salah satu Protokol Pemkab Nagekeo menghubungi Staff Protis dan memberitahu bahwa Bupati mengundang ke Rujab untuk berdiskusi. Dalam diskusi tersebut Bupati Don memaksa pihak Protis agar landing helikopter Presiden dilaksanakan di Tonggurambang, lalu disuruh ke Bendungan Sutami, dan membuka One Be Festival dalam rangka HUT Kabupaten Nagekeo yang tidak masuk dalam agenda resmi kujungan Presiden Jokowi di Nagekeo. Sampai Tim Protis mendapat kesan Bupati Don dianggap arogan dan egois kepada Tim Protis. Bagaimanpun kami bekerja sesuai agenda dan Standard Operational Procedur arahan pimpinan. Tidak bisa membuat agenda tambahan diluar agenda yang sudah diperintah.” tukasnya.
Ia menyampaikan bahwa itu keterangan Tim Protis yang disampaikan melalui kliennya. Ia berharap, semoga Primus bisa menanyakan langsung ke pihak Istana Negara agar tidak menjadi fitnah. Bupati Don minta helikopter landing di Tonggurambang, tetapi Staff Setmilpres sudah survey dan check spot tidak layak untuk landing. Karena Jika Presiden Filed Landing, maka kunjungan juga bisa batal. Apalagi sudah ada agenda lanjutan di Kupang. Protis tidak mengerti maksud Bupati Don untuk memaksakan landing di Tonggurambang.
Berikutnya Bupati Don melalui Protis meminta kunjungi Bendungan Sutami, bukan PSN Waduk Lambo. Protis pun tidak tahu maksud dari Bupati Don usulkan bendungan Sutami untuk ditinjau, bukan waduk Lambo. Lalu melalui Protis Bupati Don memaksa agar Presiden Jokowi mau membuka One Be Festival dalam rangka HUT Kab.Nagekeo. Setelah Protis berkoordinasi dengan Presiden Jokowi, Protis menyampaikan bahwa Presiden tidak akan membuka kegiatan tersebut. Selain tidak masuk agenda kunjungan, presiden sudah mengatur jadwal kunjungan lanjutan di Kupang sesuai waktu yang sudah ditetapkan Protokoler Istana Negara.
Karena permintaan Bupati Don ditolak, malah Bupati menyampaikan kata-kata arogan terhadap Tim Protis,” Kalau Presiden tidak mengikuti run down yang dibuat Bupati, lebih baik ngga usah hadir kunjungan, kalau terpaksa hadir ngga usah lama-lama.”
“Akibat ucapan Bupati Don demikian, akhirnya Tim Protis melaporkan ke Deputi Protis, ditambah mepetnya waktu agenda kunjungan presiden Jokowi yang akan melanjutkan kunjungan ke Kupang, plus kondisi cauaca angin kencang yang tidak memungkinkan yang bisa saja mengganggu penerbangan helikopter kepresidenan selanjutnya.” ungkapnya.
Semuanya diperhitungkan secara matang Tim Protis. Akhirnya memutuskan ‘’menggunting’’ agenda di Nagekeo antara lain ; makan siang dan kunjungan ke SMKN 1. Sebelumnya Bupati Don bilang, jika presiden tidak mau turun ke Bendungan Sutami ‘’suruh presiden mundur saja’’ itu kata Bupati. Bahkan di Tonggurambang, Bupati menyampaikan kepada masyarakat bahwa Presoden Jokowi meruapakan adik leting Bupati Don di Universitas Gajah Mada. Padahal run down hasil rakorwil yang disampaikan Tim Protis, bahwa Presiden akan mengunjungi PSN Waduk Lambo, Pasar, Bulog, Makan Siang, dan SMKN 1. Karena Bupati Don sangat arogan dengan mengatakan presiden tidak perlu lama- lama berkunjung ke Nagekeo. Tim Protis sangat kecewa dengan ucapan Bupati Don yang terkesan arogan memaksa. Bahkan pada hari H kunjungan presiden Jokowi, Bupati Don melalui media tetap menyampaikan kepada masyarakat bahwa presiden tetap landing di Tonggurambang, lalu meninjau Bendungan Sutami dan membuka One Be Festival. Tetapi faktanya Presiden Jokowi tidak mengunjungi di tiga tempat tersebut. Wajar kalu masyarakat kecewa dan marah merasa tertipu. Apakah kesalahan itu harus ditujukan ke presiden Jokowi atau kesalahan Bupati Don yang memaksa mengatur agenda sendiri. Silahkan masyarakat Nagekeo menilainya sendiri fakta yang sebenarnya yang terjadi.
Menjadi catatan penting Setmilpres dan Tim Protis mereka mengganggap, Bupati Arogan, Bupati Menutup Masalah, Bupati Membohongi Masyarakat dengan skenario sendiri diluar agenda istana, Bupati Memaksakan Kehendak, Bupati tidak ada sopan santun dalam bertutur kata. Bahkan informasi ini menjadi catatan khsusus Sekpres. lalu Tim Protis, Setmilpres dan Sekpres selama masa persiapan kunjungan presiden Jokowi di Nagekeo, merasa lebih nyaman berkoordinasi dengan klien saya selaku Kapolres Nagekeo dalam persiapanya sampai hari H. Protokol Pemkab Nagekeo terkesan apatis, tidak mau berkomunikasi dengan Tim Protis, dan selalu memaksakan rundown Pemkab, untuk dijadikan acuan kunjungan Presiden Jokowi. Malah lebih lucu lagi, Bupati Don minta Tim Protis duduk satu mobil dengan Presiden. Apakah Bupati layak duduk semobil dengan presiden, dimana ada pejabat yang lebih tinggi dari Bupati saja tidak berani duduk semobil dengan presiden. Kecuali presiden sendiri yang minta. Itu menjadi bagian dari SOP Tim Protis. Demikain fakta dari Tim Protis, Setmilpres dan Sekpres yang disampaikan melalui kliennya agar bisa menilainya secara bijak oleh masyarakat Nagekeo yang kecewa dalam kunjungan Presiden Jokowi.
Kritik ini menjawab kegaduhan opini yang disampaikan Primus Dorimulu yang selalu berusaha mencari-cari kesalahan kepada klien saya dengan diksi-diksi profokatif ingin memecah belah persatuan masyarakat Nagekeo yang terkenal ramah dan santun. Sekali lagi melalui media ini dengan tegas saya minta Primus Dorimulu melakukan investigasi secara langsung ke Istana Negara, kegaduhan yang terjadi akibat ulah siapa. Primus hanya membangun opini mendengar informasi secara sepihak, bukan meliput secara langsung peritiwa kunjungan Presiden Jokowi di Nagekeo.
“Ini sangat mencederai nilai-nilai dan kaidah jurnalis dengan menarasikan berita di media yang tidak sesuai fakta, lalu dijadikan celah ujung-ujungnya untuk menyudutkan klien saya selaku Kapolres Nagekeo saat ini. Sebenarnya Bupati Nagekeo itu siapa, dr.Johanes Don Bosco Do atau Primus Dorimulu.” pungkasnya.