Jelang Putusan MK, PASKODE : Mungkinkah Gibran Didiskualifikasi?

IMG 20240420 WA0030

Jakarta – Direktur Eksekutif Pusat Advokasi dan Studi Konstitusi demokrasi Harmoko M.Said S.H., M.H turut memberikan komentar menjelang putusan MK mengenai Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden 2024.

Harmoko menduga putusan PHPU Pilpres 2024 yang akan dibacakan oleh Mahkamah Konstitusi Senin, 22 April 2024 tidak akan berani mendiskualifikasi Gibran Rakabuming Raka sebagai calon Wakil Presiden dan atau mendiskualifikasi pasangan Parbowo-Gibran.

Bacaan Lainnya

“Mendiskualifikasi pasangan calon Presiden-wakil Presiden merupakan sengketa Proses dan kewenangan Bawaslu, sementara MK hanya menangani sengketa hasil sebagaimana tertuang dalam Pasal 24C ayat (1) UUD NRI 1945.” ujarnya.

Harmoko juga mengatakan bahwa kedudukan Gibran sebagai calon wakil presiden berdasarkan putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, dan putusan tersebut pernah diuji oleh oleh Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar, dan MK menolak permohonan dengan nomor registrasi 145/PUU-XXI/2023. Jika MK mengabulkan permohonan pemohon dalam perkara a quo, maka secara tidak langsung MK sama hal mengabaikan putusaanya sendiri.

“Jika MK tetap berpendirian untuk tetap mengabulkan petitum para pemohon mendiskualifikasikan Gibran sebagai calon wakil presiden dan atau mendiskualifikasi prabowo-Gibran dan melaksanakan PSU tentu ini akan bertolak belakang dengan kerangka hukum pemilu kita.” ungkapnya.

Pertama, dalam UU No. 7 tahun 2017 tidak mengenal istilah pemilu ulang, tetapi yang dikenal adalah pemilu lanjutan dan pemilu susulan sebagaimana diatur dalam BAB XIV pasal 431 dan pasal 432.

“Jika UU pemilu tidak menyediakan ruang untuk pemilu ulang, apakah bisa dilaksanakan PSU sebagaimana petitum kedua pemohon? tentu hal ini juga tidak sejalan dengan UU pemilu, sebab dalam UU No. 7 tahun 2017 Pasal 372 (1) jelas mengatur bahwa PSU itu bisa dilakukan karena bencana alam dan/atau kerusuhan yang mengakibatkan hasil pemungutan suara tidak dapat digunakan atau penghitungan suara tidak dapat dilakukan.”

Kedua, dalam UU Pemilu Jo PKPU durasi waktu pelaksanaan pemilu hanya di atur untuk pemilu satu putaran apabila dilaksanakan oleh dua pasangan calon presiden, dua putaran apabila diikuti oleh lebih dari dari dua pasangan calon, namun apabila para calon tersebut tidak mendapatkan suara 50 plus 1 persen akan akan di gelar pemilu putaran kedua. Oleh karena demikian dalam konteks pilpres yang digelar pada 14 februari 2024 prabowo-gibran memenang suara 58%, artinya prabowo telah memenangka satu putaran.

Ketiga, apabila dipaksakan pemilu ulang, dan mendiskualifikasi Gibran dan memerintahkan KPU untuk pendaftaran ulang calon wakil presiden untuk berpasangan dengan prabowo, di sisa waktu 8 (delapan) bulan tentunya dengan waktu yang cukup singkat sangat tidak memungkinkan.

“Sebab pada Minggu, 20 Oktober 2024 Presiden baru sudah harus dilantik. Dan jika pada tanggal tersebut Presiden dan Wakil Presiden Baru belum dilantik, maka negara akan terjadi kekosongan kekuasaan. Dan jika terjadi kekosongan kekuasaan maka negara akan terjadi kekacauan.” tutupnya.

Pos terkait