Ramadhan Jadi Saat Pengendalian Jari, Fokus Merajut Persatuan Anak-anak Negeri

IMG 20220403 WA0011

Oleh: Zainuddin Assyarifie

Barangsiapa yang meninggalkan perdebatan, sementara dia berada di atas kebatilan, maka Allah akan bangunkan sebuah rumah baginya di pinggiran surga. hadist (Shahih at-Targhib wat Tarhib, no. 138) di riwayatkan agar kita untuk meninggalkan debat, meskipun kita pada posisi yang benar. Momentum Ramadhan 1443 H. sudah seharusnya kita jadikan bahan renungan tentang kekurangan-kekurangan dan kebodohan-kebodohan kita yang berulang-ulang di lakukan tanpa sadar telah meracuni sendi-sendi kebencian dalam diri kita, hanya karena saking mudahnya fasilitas memijit gawai hingga informasi apapun seolah kita ingin menjadi superior dalam menyampaiakn informasi tanpa dipikir akibatnya, pengendalian terbaik bisa dimulai dari diri sendiri (refrain) dengan tidak mudah memijit gadget dengan jari lalu menyebarkan informasi tanpa diverifikasi. sebagaimana di ingatkan oleh Nabi Muhammad SAW Setelah kemenangan perang Badar dipertengahan Ramadhan, kata Nabi “Kita baru saja pulang dari pertempuran kecil menuju pertempuran akbar. Waktu itu, para sahabat masih cenderung memaknai perang Badar sebagai perang besar. Namun, perang besar yang sesungguhnya menurut Rasulullah adalah melawan hawa nafsu.

Bacaan Lainnya

Indonesia sebagai penduduk mayoritas muslim tentu mentaati kewajiban ibadah puasa, sehingga Negara juga penting untuk hadir dalam mengatur regulasinya dari mulai penentuan awal ramadhan tarawih sampai nanti perayaan hari kemenangan yaitu Iedul Fitri, konsekwensi dari populasi besar adalah kemajemukan pendapat dan ikhtilaf diantara sesama muslim seperti terlihat penentuan awal Ramadhan antara Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah bahkan ada yang lebih awal yaitu tarekat Naqsabandiyah di Sumatera Barat yang mulai berpuasa sejak jum’at tanggal 1 April 2022. Merupakan hal biasa dalam berbangsa ketika terjadi perbedaan pendapat antara satu golongan dengan golongan lainya, sebagaimana telah berjalan setiap tahun karena kedewasaan para pemeluk keyakinan tersebut sudah terbina dengan baik aktif terus mengedepankan toleransi antar dan inter ummat bearagama di Indonesia, bahkan nabi Muhammad bersabda “ikhtilafu ummati rahmah,” yang artinya perbedaan umatku merupakan sebuah rahmat. Jadi, sudah semestinya rahmat itu dimaknai dengan saling melengkapi, membangun dan memperbaiki, bukan menjadi perpecahan.

Ada kesedihan tersendiri ketika beberapa orang masih memperdebatkan masalah-masalah seperti aturan penggunaan pengeras suara, maslah furu’iyah dan terahir fenomena penistaan agama dan lain sebagainya yang sesungguhnya sudah ada ahli masing-masing untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut. Pertanyaanya kapan anak negeri ini asik berdebat atu berkarya soal masa depan kemajuan bangsa? Sementara Negara-negara maju terus bersaing mengenai innovasi dan kecanggihan-kecanggihan technology guna menunjang kemanfaatan bagi ummat manusia, energy kita telah banyak terbuang dalam persoalan-persoalan yang tidak terlalu penting, waktu kita terbuang sia-sia hanya karna benci terhadap sesama, pikiran kita menjadi jumud karna dicekoki dengan narasi-narasi yang tidak bertanggung jawab, narasi kebencian yang terus menerus dibangun tanpa fakta. Bulan Ramadhan ini Kendalikan jarimu STOP Mari sudahi perbedaan-perbedaan kecil non substansial tidak produktif cenderung ghibah dan mengarah kepada kerusakan.

Saatnya anak-anak negeri bangkit bersama mengukir prestasi, Jadikan Ramadhan sebagai muhasabah diri sampai ke hari raya hingga kita bisa bermusyfakhah dengan apa yang telah kita benci, memaafkan sesama anak bangsa dan berdamai dengan entitas manusia Indonesia Yakni manusia yang menjunjung tinggi nilai-nilai luhur Pancasila, manusia yang mengedepankan toleransi beragama, berbudi pekerti tinggi dan memiliki akhlaq yang mulia.

Penulis adalah:

Praktisi Media Sosial
Pengurus Yayasan Kedai Ide Pancasila dan
Ketua Lembaga Ta’lif Wasyr Jawa Barat

Pos terkait