Jakarta – Sekretaris Jenderal Jaringan Insan Muda Indonesia (JIMI), Aditya, mengecam keras narasi provokatif yang menyebut Prabowo Subianto, Joko Widodo, dan Gibran Rakabuming Raka sebagai “Triangle People Enemy”. Ia menilai narasi tersebut tidak hanya tidak berdasar, tetapi juga berbahaya karena menggiring opini publik ke arah kebencian dan disinformasi.
Aditya menegaskan bahwa pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Presiden ke-7 RI Joko Widodo adalah bagian dari etika kenegaraan dan komunikasi transisi kekuasaan yang sehat. “Prabowo adalah pemimpin yang menjunjung tinggi tradisi demokrasi dan stabilitas politik nasional. Ia datang bukan sebagai ‘anak buah’, melainkan sebagai presiden terpilih yang tetap menghormati presiden sebelumnya, sebagaimana lazim dalam sistem presidensial,” tegas Aditya dalam keterangan resminya, Rabu (24/7).
Terkait keberadaan Gibran dalam pertemuan tersebut, Aditya menyebut hal itu tidak patut dipelintir sebagai simbol ketundukan. “Kita harus dewasa dalam melihat gestur politik. Gibran adalah Wapres terpilih hasil pemilu sah. Narasi seolah-olah Prabowo ‘melindungi putra mahkota’ adalah cara licik untuk mengaburkan fakta bahwa pasangan ini dipilih secara demokratis oleh mayoritas rakyat Indonesia,” ujarnya.
Aditya juga menyoroti tudingan bahwa Prabowo mendiamkan isu ijazah palsu Jokowi. “Ini murni upaya penggiringan opini murahan. Fakta hukumnya sudah dijelaskan berulang kali oleh para saksi dan lembaga penegak hukum. Prabowo tidak akan terjebak pada permainan politik yang hanya menguras energi dan merusak fokus pembangunan,” kata dia.
Ia menyebut tuduhan bahwa pemerintahan Prabowo merupakan rezim pelanggar HAM sebagai bentuk fitnah terang-terangan. “Presiden Prabowo justru berkomitmen memperbaiki sistem hukum dan menjunjung tinggi due process of law. Tidak ada satu pun tindakan represif yang ditunjukkan hingga hari ini. Kasus peradilan yang disebut justru sedang berjalan sesuai koridor hukum, bukan atas intervensi kekuasaan,” tegasnya.
Lebih lanjut, Aditya mengingatkan bahwa harapan terhadap Prabowo bukanlah tipis, tetapi justru tumbuh karena rakyat melihat konsistensi dan pendekatan solutif yang dibawanya. “Rakyat tidak butuh drama politik murahan. Mereka butuh kerja nyata, dan Prabowo sudah menunjukkannya sejak hari pertama ia menjabat. Stabilitas politik, diplomasi luar negeri yang aktif, hingga penguatan ketahanan pangan dan militer, semua menunjukkan arah yang jelas,” tambahnya.
Aditya mengajak publik untuk tidak mudah terprovokasi oleh narasi politik destruktif yang penuh kebencian dan ingin menggoyang legitimasi pemerintahan yang sah. “Jangan biarkan kebencian menjadi kompas kita. Demokrasi sudah bicara, Prabowo-Gibran adalah pilihan rakyat. Mari kita kawal pemerintahan ini dengan kritis tapi adil, bukan dengan fitnah dan agitasi,” pungkasnya.






