Aliansi Mahasiswa & Pemuda Peduli Demokrasi : Akademisi Bertanggungjawab Mengedukasi, Bukan Memprovokasi

Jakarta – Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Peduli Demokrasi menggelar aksi damai di depan Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Jakarta, hari ini (22/2/2024) dalam menyikapi semarak pesta demokrasi yang telah mencapai puncaknya pada 14 Februari 2024 lalu.

Diketahui, Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebanyak 204,8 juta pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024, baik di dalam maupun luar negeri. Angka fantastis ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara penyelenggara Pemilu terbesar di dunia, dengan cakupan 38 provinsi, 514 kabupaten/kota, dan 128 negara perwakilan.

Bacaan Lainnya

“Secara umum seluruh rangkaian Pemilu 2024 berlangsung aman, lancar dan kondusif.” tegas Riswan, penanggung jawab aksi.

Namun Riswan juga menyinggung terkait sejumlah lembaga survei yang telah mengeluarkan hasil hitung cepatnya (quick count). Ia mengimbau masyarakat tetap harus menunggu hasil rekapitulasi dan penghitungan suara resmi yang akan dikeluarkan oleh KPU.

“Tidak hanya KPU serta komponen penyelenggaraan pemilu, namun peran serta akademisi, pakar hukum serta seluruh lapisan masyarakat juga dinilai punya andil dan tanggungjawab besar dalam hal itu.” ungkap dia.

Riswan menilai tanggungjawab moral tersebut bukan hanya sebelum dan saat pelaksanaan namun ikut hingga akhir pesta demokrasi melalui contoh-contoh yang dapat mengedukasi masyarakat.

“Jadi jika merasa dirugikan atau dicurangi, gunakanlah jalur dan mekanisme yang sudah disepakati dengan bukti yang dimiliki bukan turut memprovokasi sehingga terkesan sebagai partisan.”

Pihaknya mengecam keras dan meminta agar menghentikan segala bentuk provokasi, fitnah, menyebar berita bohong alias hoaks dan sebangsanya yang dapat memecah belah masyarakat, baik kepada yang sedang berkontestasi maupun kelompok-kelompok yang memiliki kepentingan tertentu.

Dalam aksinya, Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Peduli Demokrasi menyerukan 3 tuntutan, yakni pertama meminta para akademisi dan praktisi hukum untuk tidak memberikan narasi negatif.

“Tingkat literasi masyarakat yang rendah sehingga mayoritas masyarakat tidak memahami permasalahan yang sedang terjadi saat ini. Maka kemana saja para akademisi ketika mahasiswa sedang bermasalah dengan kampus terkait carut marut pendidikan di Indonesia?” serunya.

Tuntutan kedua yakni meminta agar para akademisi dan pakar hukum tata negara memberikan contoh dalam berdemokrasi dengan mengawal proses demokrasi dari hilir hingga ke hulu sebagai bentuk edukasi kepada masyarakat.

“Mari tunjukkan untuk percaya semua hasil pemilu 2024 kepada lembaga terkait yang menyelenggarakan pemilu. Jika ada kecurangan laporkan saja dengan bukti-bukti yang ada. Bukan dengan memberikan statement tanpa didasari bukti ini yang bisa membuat perpecahan di tengah masyarakat.” beber Riswan.

Ketiga, pihaknya juga mengimbau agar momentum pesta demokrasi 2024 ini menjadi refleksi bagi kaum inteletual yang tergabung dalam asosiasi pengajar hukum tata negara dan Constitutional and Administrative Law Society untuk mengevaluasi diri agar tidak dimanfaatkan oleh kepentingan kelompok tertentu.

“Jangan mau dimanfaatkan oleh kepentingan tertentu. Mari lebih mengutamakan kepentingan bangsa serta menjaga integritas. Sehingga apapun suara akademisi lebih didengar sebagai suara publik bukan suara partisan.” tegas dia.

“Ingat tanggungjawab moral akademisi, yakni mengedukasi bukan memprovokasi.” pungkasnya.

Pos terkait