Jakarta – Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Ulil Abshar Abdalla (Gus Ulil) menilai kontestasi pemilihan presiden (pilpres) 2024 merupakan pilpres terbaik, karena ada perdebatan narasi yang jelas. Ia menyebut ada narasi perubahan yang dibawa oleh pasangan capres-cawapres nomor urut 01 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar dengan mengkritik kinerja Presiden Joko Widodo.
Narasi ini berkebalikan dengan narasi yang dibawa oleh pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dengan komitmen untuk melanjutkan kinerja Presiden Joko Widodo.
Selain itu, ada narasi melawan kecurangan yang dibawa oleh pasangan nomor urut 03 Ganjar Pranowo dan Mahfud MD. Gus Ulil pun tak menutup mata bahwa ada kecurangan-kecurangan yang terjadi, dan narasi perlawanan atas kecurangan itu dibawa oleh pasangan Ganjar-Mahfud.
“Terlepas dari kecurangan-kecurangan yang ada pilpres kali ini menurut saya pilpres yang terbaik. Dari sudut perdebatan ide-idenya, ada kubu-kubu politik yang jelas narasinya. Ada kubu perubahan, ada kubu kelanjutan, ada kubu yang melawan kecurangan,” katanya seperti dilansir dari NU Online, Kamis (15/2/2024).
Gus Ulil menyebutkan bahwa para capres-cawapres itu memberikan dampak positif bagi masyarakat Indonesia. Sebab visi mereka didukung oleh masyarakat Indonesia. Sementara pendekatan Presiden Jokowi dalam membangun Indonesia pada dua periode atau sepuluh tahun terakhir ini ternyata masih didukung oleh masyarakat.
“Tiga kubu ini bersaing dan perdebatanya menarik,” ucap Gus Ulil.
Pendiri Ghazalia College ini pun mengapresiasi pasangan Anies-Muhaimin yang mampu mendidik rakyat dengan memperkenalkan metode kampanye yang kreatif dan inovatif. Kampanye Desak Anies dan Slepet Imin dinilai Gus Ulil sebagai sebuah pendekatan baru yang menarik.
“Jadi ada dukungan spontan terutama dari netizen, itu bagi saya menarik sekali,” jelas Gus Ulil.
Namun menurut Gus Ulil, narasi yang dimunculkan para capres-cawapres itu tidak dinilai baik oleh sebagian masyarakat karena adanya kecurangan-kecurangan. Isu kemunduran demokrasi, demokrasi yang akan stagnan dan bahkan jatuh pun mengemuka.
Gus Ulil mengakui bahwa kecurangan memang terjadi, tetapi ia menilai ada sesuatu yang lebih besar dan perlu diapresiasi dari pilpres tahun ini. Ia menyebut orang-orang yang hanya melihat pilpres dari kecurangan-kecurangan saja tanpa adanya hal positif, sebagai miopia.
“Saya mengakui (kecurangan) itu terjadi, tetapi kita bisa melihat gambaran (narasi) itu secara lebih fair. Ada hal-hal positif dalam pemilu kali ini yang tidak kelihatan karena kita hanya bersifat miopia, kita hanya melihat dalam satu hal saja,” katanya.
Ia menjelaskan, miopia merupakan kecenderungan untuk hanya fokus pada satu hal saja, seperti memakai kacamata tunggal, sehingga hal-hal lain diabaikan. Bagi Gus Ulil, miopia ini tidak sehat, meskipun fakta kecurangan dan pelanggaran etik juga tidak bisa diabaikan.
Maka, menurut Gus Ulil, pemilu harus dilihat sebagai sesuatu yang lebih besar dari sekadar kemunduran demokrasi. Meskipun ada kekurangan dan kecurangan, tetapi ada hal-hal lain yang juga perlu diperhatikan.
“Kita harus melihat pemilu ini lebih besar daripada sekadar kemunduran demokrasi, suara kotor, kecurangan, dan iya itu semua ada, tapi ada hal lain,” terangnya.