JAKARTA – Calon presiden nomor urut 1, Anies Baswedan, dalam Pilpres 2024, telah memiliki rekam jejak kepemimpinan yang diperdebatkan selama masa jabatannya sebagai Gubernur DKI Jakarta dari 2017 hingga 2022.
Kinerjanya, yang diawasi oleh dua wakil gubernur, Sandiaga Uno dan Ahmad Riza Patria, meliputi sejumlah inisiatif penting dan kontroversial.
Selama masa jabatannya, Anies mengimplementasikan berbagai program seperti pembangunan sumur resapan, penyelenggaraan Formula E, dan kebijakan terkait reklamasi. Program unggulan lainnya termasuk OK-OCE, yang ditujukan untuk mengurangi pengangguran dan meningkatkan ekonomi, serta program rumah DP Rp 0 yang dimulai pada awal 2018.
Track Record Anies Baswedan
Kinerja Anies telah menimbulkan opini yang beragam di kalangan publik. Survei oleh Nusantara Strategic Network (NSN) menunjukkan penurunan drastis dalam tingkat kepuasan menjelang akhir masa jabatannya.
Menurut informasi yang diberikan oleh Lembaga survei NSN, tingkat kepuasan masyarakat terhadap kinerja Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan semakin menurun dan mencapai 30,3 persen dalam satu bulan menjelang masa penyelesaian jabatannya.
Di sisi lain, survei oleh Centre for Strategic and International Studies (CSIS) menemukan bahwa 51,8 persen ahli, yang meliputi peneliti, akademisi, wartawan, dan birokrat, tidak puas dengan kinerjanya, sementara 47,6 persen menyatakan puas.
Survei CSIS juga mencatat perbedaan pendapat yang signifikan terkait dengan upah, transportasi, dan harga kebutuhan pokok.
Meskipun terdapat peningkatan UMP sekitar 40 persen di tahun 2022, tingkat kepuasan terkait lapangan kerja cukup rendah. Penyediaan hunian yang layak dan fasilitas perumahan mendapat nilai kepuasan yang rendah, menyoroti tantangan yang dihadapi Jakarta dalam aspek perumahan.
Berikut merupakan contoh kinerja dari masa kepemimpinan Anies Baswedan yang dianggap kontroversional.
*OK-OCE*
Program andalan dari Anies-Sandiaga pada tahun 2017 di sektor bisnis adalah One Kecamatan One Center for Entrepreneurship atau OK-OCE.
Kala itu, Sandiaga berharap program kampanye ini, yang bertujuan untuk membuka 200.000 lapangan kerja baru, akan mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan kondisi ekonomi penduduk Jakarta.
Sandiaga juga mendirikan sebuah minimarket yang dinamakan OK-OCE Mart pada bulan April 2017 untuk memasarkan produk-produk yang dihasilkan melalui program OK-OCE. Yang menarik, OK-OCE Mart pertama ini didirikan ketika Sandiaga masih dalam status calon wakil gubernur DKI.
Dalam data, Fraksi PDIP Perjuangan di DPRD DKI Jakarta mengeluarkan kritik terhadap program OK-OCE yang hanya tercapai sebanyak 3 persen dari target awal 200 ribu wirausahawan.
Hanya sekitar 6000 orang yang berhasil menjalankan program ini, dan program sempat terhenti ketika Sandiaga Uno mengundurkan diri dari jabatan Wakil Gubernur DKI Jakarta.
PDI Perjuangan juga menekankan bahwa ada 331 ribu penduduk yang mendaftar sebagai anggota OK-OCE, namun jumlah tersebut bukanlah ukuran keberhasilan karena hanya mendaftar belum berarti mereka telah menjadi pengusaha.
Perlu diketahui bahwa program OK-OCE terdiri dari tujuh tahap, mulai dari pendaftaran, pelatihan, pendampingan, pemasaran, perizinan, pelaporan keuangan, hingga permodalan.
*Rumah DP-0%*
Program utama Anies Baswedan lainnya, yaitu program perumahan dengan DP (uang muka) sebesar Rp 0, yang mulai direalisasikan pada awal tahun 2018.
Peletakan batu pertama pembangunan rumah dengan DP Rp 0 di Kawasan Kelapa Village, Jalan H Naman, Pondok Kelapa, Duren Sawit, Jakarta Timur, dilakukan pada tanggal 18 Januari 2018.
Kompleks Rusunawa Kelapa Village dibangun secara vertikal dan terdiri dari empat menara dengan total 780 unit perumahan.
Meskipun awalnya janji kampanye program DP 0% ini menargetkan pembangunan sebanyak 232.214 unit, namun angka tersebut kemudian dipangkas menjadi hanya 10.000 unit. Selain itu, ada perubahan dalam mekanisme pembiayaan, dengan pendapatan yang sebelumnya dibatasi antara Rp 4-7 juta, kini ditingkatkan menjadi Rp 14 juta.
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta juga mengkritik ketidaksesuaian antara janji kampanye dengan realisasi program tersebut, dan mereka menganggap bahwa perubahan kebijakan yang signifikan ini mencerminkan ketidakseriusan Anies dalam memenuhi janji politiknya selama kampanye.
*Proyek Sumur Resapan*
Pembuatan sumur resapan merupakan salah satu komitmen yang diungkapkan oleh Anies sebagai bagian dari kampanye untuk mengatasi banjir dan genangan yang terjadi selama musim hujan di Jakarta.
Meskipun konsep sumur resapan bukanlah solusi baru dalam penanganan banjir di Jakarta, selama masa pemerintahannya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bertujuan untuk membangun sekitar 1,8 juta sumur resapan.
Namun, hingga tanggal 9 November 2021, realisasi sumur resapan di Jakarta baru mencapai 1 persen dari total target pembangunan, dengan anggaran sebesar Rp 411 miliar pada tahun 2021, yaitu sebanyak 16.035 titik.
Program Sumur Resapan juga mendapatkan kritik dari masyarakat, terutama terkait lokasi penempatan sumur resapan di atas trotoar Kawasan Kanal Banjir Timur (KBT).
Beberapa pihak berpendapat bahwa air hujan seharusnya langsung dialirkan ke KBT daripada ditampung di tempat yang sudah penuh dengan jalur air.
Meskipun begitu, Anies berpendapat bahwa sumur resapan tetap efektif dalam mengatasi banjir di daerah cekungan. Hal ini terbukti dengan tingginya tingkat drainase air meskipun terjadi genangan air yang tinggi, karena adanya sumur resapan.
Pada bulan Desember 2021, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta menghapus anggaran pembangunan sumur resapan untuk tahun 2022 dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Menurut Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, beberapa jenis banjir masih dikelola oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai banjir yang disebabkan oleh luapan sungai. Oleh karena itu, fokus penanganannya terpusat pada perbaikan aliran sungai dari hulu ke hilir, dengan pendekatan yang masih cenderung pada pengerasan (betonisasi).
*Penanganan Covid 19*
Penanganan COVID-19 pada tahun 2021 mendapat sorotan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) karena dianggap kurang maksimal.
Meskipun DKI Jakarta merupakan episentrum penyebaran COVID-19, pencapaian pada tiga pilar penanganan (3T) masih rendah selama masa krisis ini. Pelaksanaan vaksinasi untuk kelompok prioritas juga terhambat dan terdapat banyak pelaporan mengenai penyalahgunaan vaksin booster oleh pihak yang seharusnya tidak memenuhi syarat.
Dalam situasi darurat kesehatan seperti ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dianggap belum memberikan prioritas yang memadai terhadap kesehatan masyarakat dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi.
Kepemimpinan Anies di Jakarta memperlihatkan banyak kesulitan dalam mengimplementasikan kebijakan dan program yang efektif di ibu kota.
Dari pembangunan infrastruktur hingga penanganan krisis kesehatan seperti COVID-19, beragam inisiatifnya telah menimbulkan tanggapan yang berbeda dari berbagai kelompok masyarakat dan ahli.
Kesimpulannya, penilaian terhadap kinerjanya sebagai Gubernur DKI Jakarta mencerminkan dinamika yang kompleks dari kepemimpinan urban di Indonesia, dengan pandangan yang bervariasi tergantung pada perspektif dan prioritas masing-masing responden.