Soal Statemen Hashim Djojohadikusumo, Koalisi Masyarakat Sipil : Lukai Rasa Keadilan, Korban & Keluarganya

Jakarta – Belum lama ini, adik dari calon presiden (capres) Prabowo Subianto, Hashim Djojohadikusumo memberikan pernyataan terkait kasus penghilangan orang secara paksa (penculikan) aktivis 1997-1998 yang diduga melibatkan kakaknya yaitu Prabowo Subianto.

Hashim menyatakan bahwa keterlibatan Prabowo dalam kasus pelanggaran HAM masa lalu tidak memiliki bukti. Hashim bahkan mengatakan bahwa kasus tersebut sudah dibahas sebanyak 10.000 kali dan dugaan keterlibatan Prabowo Subianto tidak terbukti.

Bacaan Lainnya

Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Lupa yang terdiri dari beberapa gerakan yakni IKOHI, Kontras, IMPARSIAL, Elsam, PBHI Nasional, Centra Initiative, WALHI, HRWG, Forum De Facto, Setara Institute memandang, pernyataan Hashim tersebut menyakiti korban dan keluarga korban penghilangan paksa 1997-1998.

“Pernyataan Hashim menyakiti korban, keluarga korban, serta rasa keadilan masyarakat, apalagi terdapat 13 orang yang diculik hingga kini belum kembali.” tegas Koalisi dalam pernyataan persnya, hari ini (19/11/2023).

Pernyataan Hasyim, kata Koalisi, sangat tidak pantas diucapkan, mengingat Prabowo Subianto hingga kini belum diminta pertanggungjawab dalam sebuah proses hukum yang fair dan akuntable atas dugaan keterlibatannya dalam kasus penculikan dan penghilangan paksa 1997/1998.

“Hasyim seharusnya turut mendorong kasus tersebut diungkap di ruang pengadilan, termasuk untuk menguji kebenaran dari ucapannya.” tegas Koalisi.

Koalisi juga mengingatkan bahwa penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa 1997/1998 merupakan bagian dari mandat agenda politik 1998.

“Selama kasus-kasus tersebut diselesaikan secara tuntas, termasuk melalui proses peradilan HAM, selama itu pula desakan dan tuntutan penyelesaiannya akan terus disuarakan dan tidak akan pernah surut.” lanjut rilis pers tersebut.

Sebagai informasi, Komnas HAM dalam hasil penyelidikannya telah menetapkan kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa 1997/1998 sebagai peristiwa pelanggaran berat HAM masa lalu. Sebelumnya juga, dalam Surat Keputusan Dewan Kehormatan Perwira (Keputusan DKP) No: KEP/03/VIII/1998/DKP tentang rekomendasi pemberhentian Prabowo Subianto sebagai Letnan Jenderal TNI dinas karena terbukti memerintahkan melakukan penangkapan dan penculikan terhadap beberapa aktifis pada 1997-1998.

Pada tahun 2009, Pansus orang hilang di DPR juga telah mengeluarkan empat rekomendasi kepada Pemerintah yang salah satunya adalah membentuk pengadilan HAM (ad-hoc) kasus penculikan dan penghilangan paksa 1997/1998. Rekomendasi tersebut seharusnya dijalankan oleh presiden Joko Widodo dan Prabowo dapat mengklarisikasi semua dugaan keterlibatan yang diarahkan kepadanya di ruang pengadilan.

“Pernyataan Budiman Sujatmiko yang menyatakan bahwa Prabowo mengakui penculikan dan mereka yang dia culik telah dikembalikan sejatinya memperkuat pentingnya untuk segera dibentuk pengadilan HAM dan meminta pertanggung jawaban Prabowo dalam penculikan dan penghilangan paksa 1997/1998.” tulis Koalisi.

“Pengakuan tersebut secara nyata bahwa Prabowo memang terlibat, meskipun menurut pengakuannya bahwa mereka yang dia culik telah dikembalikan. Tindakan penculikan adalah sebuah kejahatan dan pengembalian mereka yang diculik tidak serta merta menghapus kejahatannya.” imbuhnya.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai, pengadilan adalah satu-satunya tempat yang tepat untuk menguji semua bukti dan keterangan terkait kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa 1997/1998, termasuk pernyataan Hashim yang menyatakan ketidakterlibatan Prabowo Subianto. Sebagai warga negara, Hashim seharusnya ikut mendorong dan dan mendesak presiden untuk segera membentuk pengadilan HAM kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa 1997/1998 agar Prabowo Subianto dapat mengklarifikasi dugaan keterlibatannya melalui proses peradilan yang fair dan akuntable.

“Bukan malah sebaliknya, membuat pernyataan pembelaan yang hanya menyakiti korban, keluarga korban dan rasa keadilan masyarakat.” demikian rilis pers Koalisi Masyarakat Sipil Melawan Lupa.

Pos terkait