Jakarta – Pengamat politik sekaligus Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno menyampaikan pandangan terkait dengan pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang syarat batas usia bagi Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden.
Adi menilai bahwa jauh sebelum terbitnya putusan MK tersebut, jika MK memutus gugatan kabul, maka putusan itu merupakan sebuah tragedi demokrasi.
“Karena dengan adanya putusan tersebut maka akan berdampak pada menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga Mahkamah Konstitusi. Karena putusan tersebut dinilai sebagai permainan politik tingkat tinggi menjelang Pemilu 2024, dimana instrumen dan institusi hukum di Indonesia bisa dikendalikan oleh pihak penguasa.” tegas Adi (12/11/2023).
Namun dalam perspektif hukum, Adi menyampaikan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final dan mengikat secara konstitusi pun tidak dapat dianulir juga secara termasuk melalui mekanisme persidangan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK).
Lanjutnya, jika ada pihak – pihak yang berupaya mendesak MKMK untuk menganulir putusan tersebut justru akan menimbulkan hasrat kepentingan politik serta semakin jelas terlihat terdapat pihak-pihak yang menggunakannya sebagai ‘alat’ untuk mendegradasi pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres) yang seyogyanya telah memenuhi syarat dan prasyarat untuk mengikuti konstestasi pemilu 2024, dalam hal ini Prabowo-Gibran.
“Mahkamah Konstitusi bukan lagi sebagai ‘guardian of constitution’ namun sebagai guardian keluarga Jokowi. Hal ini menjadi relevan karena narasi politik dinasti yang merujuk pada pasangan Prabowo-Gibran itu bahkan bisa dijadikan sebagai wacana penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang dikait-kaitkan dengan potensi intervensi kekuasaan presiden terhadap yurisdiksi peradilan Mahkamah Konstitusi.” tutupnya.