Calon presiden (capres) dari Partai Perindo, Ganjar Pranowo, telah berkomitmen untuk menyelesaikan 12 kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu yang telah diakui oleh pemerintah. Komitmen ini disampaikan oleh Ganjar ketika ia mengunjungi pameran foto peringatan 25 tahun reformasi di Graha Pena 98, Menteng, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 13 Mei 2023.
Ganjar Pranowo menganggap bahwa 12 kasus pelanggaran HAM yang telah diakui oleh pemerintah harus diselesaikan, dan ia melihat perlunya menyelesaikan reformasi yang dianggapnya belum selesai. Selain itu, Ganjar juga menyoroti pentingnya upaya pemberantasan korupsi di Indonesia, di mana menurutnya, penegakan hukum harus menjadi prioritas untuk memerangi korupsi.
Ia memandang perlunya penegakan hukum yang kuat dalam rangka memberantas korupsi, dan ia mendukung tekad untuk mengakhiri praktik korupsi di negara ini. Dengan komitmennya terhadap penyelesaian kasus pelanggaran HAM dan pemberantasan korupsi, Ganjar Pranowo menegaskan komitmen dalam menjaga keadilan dan prinsip-prinsip hukum di Indonesia.
Lantas apa saja Pelanggaran HAM yang diakui oleh Pemerintah? Berikut ini adalah beberapa kasus pelanggaran HAM terbesar di Indonesia.
5 Kasus Pelanggaran HAM Besar di Indonesia
1. Peristiwa Penembakan Misterius 1982-1985
Penembakan misterius, yang sering disebut dengan sebutan Petrus, merupakan serangkaian peristiwa penembakan yang terjadi selama periode 1982-1985. Peristiwa ini mengakibatkan sejumlah besar individu yang dianggap sebagai preman atau kelompok gangster ditembak secara misterius, dan akhirnya mengakibatkan kematian mereka.
Operasi ini dilakukan oleh pemerintah Orde Baru dengan tujuan untuk meredakan ketidaktaatan yang dianggap meresahkan masyarakat. Namun, seringkali penentuan sasaran dalam operasi ini didasarkan hanya pada penilaian kasar berdasarkan penampilan luar individu yang menjadi target, tanpa proses hukum yang adil atau transparan.
2. Peristiwa 1965 – 1966
Selama periode 1965–1966, sejumlah besar individu yang dituduh sebagai komunis mengalami berbagai bentuk penindasan, termasuk penangkapan tanpa proses hukum, penahanan yang tidak sah, penyiksaan, pelecehan seksual, tindakan kekerasan seksual, kerja paksa, pembunuhan, dan penghilangan paksa.
Menurut hasil penyelidikan dari Komnas HAM, terdapat catatan tentang sekitar 32.774 individu yang dinyatakan hilang dan beberapa lokasi yang diketahui menjadi tempat terjadinya pembantaian terhadap para korban. Selain itu, beberapa riset lainnya memperkirakan bahwa jumlah korban mungkin lebih dari 1,5 hingga 3 juta orang.
Data di atas menggambarkan dampak luas dari periode tersebut terhadap masyarakat dan menyiratkan bahwa sejumlah besar individu mengalami penindasan serius dan dampak jangka panjang dari peristiwa tersebut.
3. Peristiwa Kerusuhan Mei 1998
Kejadian tragis ini mengakibatkan hilangnya nyawa sebanyak 1.190 individu selama periode 13-15 Mei 1998. Para korban termasuk 85 perempuan, terutama yang berasal dari etnis Tionghoa, yang menjadi korban perkosaan secara berkelompok. Selain itu, ratusan bangunan di berbagai lokasi mengalami kerusakan dan kebakaran sebagai dampak dari kejadian ini.
Kasus ini merambat di sekitar 88 lokasi yang meliputi Jakarta, Bekasi, Tangerang, serta beberapa daerah lain seperti Bandung, Solo, Klaten, Boyolali, Surabaya, Medan, Deli, Simalungun, Palembang, Padang, dan beberapa tempat lainnya.
4. Peristiwa Trisakti dan Semanggi I-II 1998-1999
Pada tanggal 12 Mei 1998, aparat keamanan terlibat dalam penembakan terhadap empat mahasiswa dari Universitas Trisakti, yaitu Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie. Selain itu, sebanyak 681 orang luka-luka dalam insiden tersebut, yang merupakan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di seluruh Indonesia.
Selanjutnya, antara tanggal 8 hingga 14 November 1998, aparat keamanan kembali menggunakan kekerasan terhadap para mahasiswa. Saat itu, para mahasiswa sedang memprotes Sidang Istimewa Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang dianggap tidak sesuai dengan konstitusi. Aparat melakukan penembakan dengan peluru tajam yang mengakibatkan 18 orang mahasiswa tewas dalam insiden tersebut.
5. Peristiwa Jambo Keupok, Aceh 2003
Peristiwa ini bermula di Desa Jambo Keupok, yang diduga sebagai markas Gerakan Aceh Merdeka. Dalam operasi tersebut, anggota TNI Para Komando bersama dengan Satuan Gabungan Intelijen melakukan berbagai tindakan kekerasan terhadap warga sipil, termasuk penangkapan, penghilangan paksa, penyiksaan, dan perampasan harta benda.
Puncaknya, pada tanggal 17 Mei 2003, ratusan personel militer bersenjata laras panjang dan senjata mesin datang ke Desa Jambo Keupok. Sedikitnya 16 warga sipil tewas setelah mengalami penyiksaan, penembakan, dan bahkan pembakaran hidup-hidup, sementara lima orang lainnya menjadi korban kekerasan oleh aparat keamanan.
Itulah beberapa kasus Pelanggaran HAM di Indonesia yang diakui pemerintah. Komitmen Calon Presiden Ganjar Pranowo, untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM tentu akan dihadapi dengan tantangan serius. Dua di antaranya adalah tingginya tingkat impunitas dan lemahnya implementasi hukum.
Impunitas yang telah berlangsung lama sering kali dipengaruhi oleh campur tangan unsur politik dalam proses penegakan hukum, yang menghambat pengungkapan kebenaran dan pencapaian keadilan dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu.
Namun pengungkapan kasus-kasus pelanggaran HAM tersebut diharapkan dapat membawa keadilan dan transparansi bagi masyarakat di negara yang menjunjung prinsip-prinsip demokrasi. Sehingga komitmen Calon Presiden Ganjar Pranowo untuk menyelesaikan pelanggaran HAM patut diacungi jempol.