Jakarta – Mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana menilai gugatan uji materil soal syarat minimal usia calon presiden-calon wakil presiden yang diatur di UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) harus dilawan. Menurutnya, gugatan itu sangat salah secara konstitusi.
Pernyataan ini dia sampaikan bertalian dengan isu Wali Kota Solo yang juga putra Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming Raka didukung maju jadi cawapres meskipun usianya belum cukup sesuai UU. Sejumlah survei pun menyatakan elektabilitas Gibran merangkak naik.
“Secara teks dan konteks konstitusionalisme, kalau ditanya apakah salah ikhtiar mengubah syarat umur capres-cawapres melalui putusan MK itu? Jawaban saya dengan tegas dan lantang adalah sangat salah dan harus dilawan!” kata Denny di akun Twitter-nya, dikutip Selasa (22/8).
Selain itu, lanjut Denny, MK akan menabrak norma dan etika konstitusional jika memutuskan batas minimal umur capres-cawapres turun menjadi 35 tahun. Sebab, aturan minimal umur capres-cawapres itu adalah adalah open legal policy.
Artinya, kata dia, ketentuan itu merupakan kewenangan pembuat undang-undang dalam proses legislasi di parlemen.
“Bukan kewenangan MK untuk menentukan batas umur capres-cawapres melalui proses ajudikasi,” ucapnya.
Ia menegaskan hukum tidak boleh dipermainkan dan disesuaikan dengan kepentingan politik siapapun. Denny berharap MK tak mengabulkan gugatan pihak-pihak yang mengajukan hal tersebut.
“Bila dianggap punya legal standing sekalipun, permohonan semestinya ditolak,” katanya.
Gugatan soal syarat minimal usia capres-cawapres di UU Pemilu itu diajukan banyak pihak terhitung sejak Maret lalu. Beberapa pihak yang mengajukan guggatan, tidak setuju dengan syarat capres-cawapres minimal berusia 40 tahun dan menganggap aturan tersebut bertentangan dengan UUD 1945.
Beberapa diantaranya juga menggugat terkait batas maksimal usia capres dan cawapres yang dinilai tak melebihi 70 tahun.
Beberapa pihak yang menggugat rata-rata menyebut bahwa di UU Pemilu tahun 2003 dan 2008, usia minimal capres-cawapres yaitu 35 tahun.
Kedua, alasan usia kurang dari 40 tahun yang jadi landasan revisi UU Pemilu tahun 2017 tak punya landasan yuridis dan sains.
Ketiga, ada 21,2 juta hak konstitusional anak muda Indonesia usia 35-39 tahun terhalang menjadi capres dan cawapres.
Alasan keempat, tidak ada aturan usia minimal untuk menteri. Padahal Pasal 8 Ayat (3) UUD 1945 memungkinkan tiga menteri, yaitu menteri luar negeri, menteri dalam negeri, dan menteri pertahanan, menjadi pelaksana tugas kepresidenan dalam hal presiden dan wakil presiden berhalangan bersamaan.
Sedangkan alasan kelima, kelompok usia 36-40 tahun sama-sama di kategori dewasa akhir dan usia 18-40 tahun kecenderungan korupsinya lebih rendah berdasarkan Indeks Prestasi Anti Korupsi (IPAK) tahun 2021 merujuk kepada BPS.