Stafsus BPIP : Tantangan Lokal Maupun Global Terjawab dengan Pancasila

Malang – Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai Hari Lahir Pancasila, sehingga setiap tanggal 1 Juni segenap komponen bangsa dan masyarakat Indonesia berkomitmen untuk memperingati Hari Lahir Pancasila sebagai bentuk Pancasila dalam tindakan dan pelaksanaan pengarusutamaan Pancasila sebagai panduan dalam seluruh bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Komitmen Kemahasiswaan Universitas Brawijaya untuk memperingati Hari Lahir Pancasila Tahun 2023 di Bulan Pancasila ini dilaksanakan berbasis kognitif, afektif dan psikomotorik, sehingga nilai-nilai Pancasila akan tertanan di dalam pikiran, hati dan tindakan. Karena hal tersebut, sekaligus sebagai bentuk keprihatinan mengenai polemik-polemik terkait Pancasila yang coba dihembuskan oleh pihak pihak tertentu dalam upaya memecah belah bangsa, Universitas Brawijaya mengadakan Talkshow dengan tema “Gotong Royong Membangun Peradaban dan Pertumbuhan Global“ dengan tagline “Aktualisasi Pancasila, Energi Pertumbuhan Indonesia”.

Bacaan Lainnya

Talkshow ini merupakan rangkaian kegiatan Bulan Pancasila yang antara lain mengetengahkan kegiatan lomba Essay Pancasila , Kirab Pancasila dan Pagelaran Kesenian. Talkshow yang antara lain menghadirkan Mujtaba Hamdi selaku Direktur Ekeskutif Wahid institute, Rahmat Kriyantono selaku Guru besar Hubungan Masyarakat Universitas Brawijaya, Sri Untari Bisowarno sebagai Ketua Dekopin dan Antonius Benny Susetyo selaku Staff Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) sebagai Narasumber ini mencoba mengulik lebih dalam mengenai bagaimana Pancasila sesungguhnya merupakan kenyataan hidup berbangsa dan bernegara dan bagaimana keberadaan Pancasila adalah jawaban dari segala permasalahan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia baik secara Lokal maupun global .

Dalam pembukaannya,Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan , Alumni dan Kewirausahaan Mahasiswa Setiawan Noerdjasakti menyatakan bahwa proses ber-Pancasila adalah proses belajar terus-menerus yang tidak akan pernah selesai.

“Karenanya berbagi kebaikan adalah bukti paling nyata dari proses pembumian Pancasila, menerapkan nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak bisa hanya sebatas teori, namun bergerak nyata dengan menyebarkan kebaikan-kebaikan dan nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa merupakan langkah paling nyata dalam upaya mengembagkan keluarga, lingkungan dan masyarakat yang berpancasila.” tegasnya.

Lebih lanjut, dalam kesempatan selanjutnya Rektor Universitas Brawijaya menyatakan bahwa filosofi Brawijaya yang merupakan raja majapahit adalah filosofi kebhinekaan. Di masa itu keberagaman suku, adat dan kepercayaan ada dan berkembang di kerajaan Majapahit. Karenanya negara tidak hanya menghormati namun juga menjamin bahwa dengan perbedaan-perbedaan tersebut tidak akan mengancam persatuan dan kesatuan.

“Perbedaan yang ada justru menjadi sarana memperkaya sudut pandang dalam mengelola kerajaan. konsep kebhinekaan ini yang menjadi spirit dari Universitas Brawijaya ini dalam mengelola segenap civitas akademikanya , keberagaman yang terbangun diharapkan tidak hanya bersifat lokal namun juga global.” ujarnya.

Rektor juga mengatakan bahwa PR besar bersama bangsa Indonesia adalah pertarungan kebudayaan antara global dan lokal. Budaya adiluhung seperti Bhineka tunggal Ika dan Pancasila hendaknya dapat dikembangkan dan senantiasa dibagikan sehingga nilai-nilai luhur bangsa tidak hanya dapat bersaing namun dapat memberi pengaruh baik pada peradaban global.

“Karenanya Universitas Brawijaya siap bersinergi dengan berbagai pihak untuk dapat memberikan kontribusi baik dalam upaya pengembangan Pancasila di berbagai bidang.” tegasnya.

Selanjutnya, Staf Khusus Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dalam paparannya menyatakan bahwa Pancasila lahir dari pemikiran bung karno dari rahim bangsa Indonesia. Sejak muda Sukarno-lah yang memikirkan dan menggali Pancasila namun usaha de-Sukarnoisasi oleh orde Baru yang diprakarsai Menteri Pendidikan saat itu, Nugroho Notosusanto berusaha mengecilkan peran Sukarno dalam upaya Penggalian Pancasila dan menyatakan bahwa Muhammad Yamin lah yang banyak berperan dalam penggalian Pancasila sebagai dasar negara.

“Kebohongan ini terbuka ketika catatan rapat penentuan dasar negara ditemukan di Pura Mangkunegaran Solo yang menyatakan bahwa Sukarno merupakan satu satunya tokoh yang menyatakan Pancasila sebagai dasar Negara dan peran Yamin tidak lebih dari sekedar notulensi.” ungkapnya.

Lebih lanjut, Doktor Ilmu Komunikasi ini menyatakan sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2016 tentang Hari Lahir Pancasila, Pancasila 1 Juni 1945,22 Juni 1945 dan 18 Agustus 1945 adalah satu tarikan napas dan keberadaan tiga momen itu tidak bisa dipisah-pisahkan dan tidak dapat diganggu gugat.

“Meragukan Pancasila berarti meragukan sejarah dan mengkhianati negara dan bangsa ini, semua unsur dari bangsa Indonesia harus mampu menjadikan Pancasila menjadi living dan working ideologi yang diaplikasikan secara nyata dalam kehidupan sehari hari serta dapat menjadi gugus insting dalam berpikir dan bertindak.” beber Benny.

Staff Khusus dari Badan yang dikepalai oleh Yudian Wahyudi ini menyatakan bahwa Pancasila terbukti nyata dan efektif dalam menghadapi permasalahan permasalahan baik lokal maupun global.

“Secara Lokal dapat terbukti dengan bagaimana negara berperan aktif dalam upaya penghentian wabah Covid 19 dan dalam upaya pemulihan masalah multidimensional yang dihadapi masyarakat pasca pandemi, melihat jauh kebelakang sudah lebih dahulu Indonesia dengan Pancasilanya dapat menjadi jawaban atas problem global saat itu yaitu kolonialisme.” kata Benny.

Hal ini terbukti dengan gagasan Konferensi asia Afrika 1955 , dimana saat itu Indonesia yang baru berusia 10 tahun berhasil menggalang kekuatan yang memicu merdekanya negara-negara di Asia dan Afrika.

“Pancasila merupakan Modal dasar dan bintang penuntun bagi Indonesia untuk dapat memimpin tatanan dunia baru “ tutup Benny

Selanjutnya dalam Acara yang dilaksanakan di Universitas Brawijaya itu, Mujtaba Hamdi Direktur Ekeskutif Wahid institute menyatakan bahwa proses peralihan dan transisi kita walaupun kpmpleks akan berlangsung damai.

“Kita satu-satunya negara mayoritas muslim yang berhasil menjalankan demokrasi dengan mulus tanpa intervensi siapapun. Kunci keberagaman dan kebersamaan kita adalah Pancasila. Konflik yang terjadi walaupun kompleks dan tajam, bangsa Indonesia selalu mampu melewatinya ini terjadi karena Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945 yang menjadi konsensus bangsa sebagai dasar dan pagar dalam bertindak.” ujarnya.

Lebih lanjut, ia juga menjelaskan cara bersikap sebagai warganegara, kita berdiri bukan dalam batas identitas namun konsensus modern yang berbasis pada identitas namun kebersamaan dalam keberagaman yang sayang sekali jika tidak dirawat.

“Kita harus menjaga nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari hingga Pancasila tetap hidup dan tercermin nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita harus dapat hidup damai dan rukun dalam kenyataan bahwa kita beragam dan kita berbeda sehingga kita tidak kehilangan warisan suci para founding fathers kita yaitu Pancasila.” tutupnya dalam acara yang dihadiri oleh 100 orang Peserta dalam Talkshow yang dilaksanakan secara Luring dan disiarkan oleh UBTV tersebut.

Pos terkait