Jakarta – Studi Demokrasi Rakyat (SDR) mengamini adanya alasan penolakan Revisi UU TNI adalah bisa mengembalikan rezim otoriter, dwifungsi ABRI hingga banyaknya job prajurit TNI di instansi sipil.
“Itu juga bisa menjadi salah satu alasan jika revisi undang-undang TNI ini dipaksakan. Jadi alangkah baiknya kepentingan siapapun yang menginginkan revisi undang-undang TNI hari ini untuk ditahan terlebih dahulu,” tegas Direktur Eksekutif SDR Hari Purwanto, hari ini.
Karena, kata dia, belum sangat urgensi yang penting bagaimana prioritas pertahanan dan keamanan sebenarnya menjadi utama bukan persoalan aturannya.
“Aturan apa yang mau diberlakukan lagi, toh ini anggaran dari kementerian pertahanan pun ya apa masih dalam kondisi yang stabil. Bagi saya belum hal yang tepat lah untuk saat ini kita melakukan revisi undang-undang TNI,” jelasnya.
Dikatakannya, revisi undang-undang TNI harus selaras dengan situasi dan keadaan tapi jangan meninggalkan apa yang sudah menjadi keinginan dan harapan dari reformasi.
“Kalau dulu ABRI itu terlalu sangat kuat bahkan bisa mengkooptasi ke mana-mana. Nah fungsi pertahanan yang harus menjadi prioritas, kalau direvisi tapi korban TNI masih ada seperti yang terjadi di OPM buat apa gitu loh. Jadi menurut saya belum menjadi hal yang urgensi kalau hari ini terjadi revisi undang-undang TNI. Yang perlu diprioritaskan adalah bagaimana kesejahteraan para prajurit ini jadi prioritas bukan revisi undang-undangnya,” pungkasnya.