Jakarta, Redaksikota.com – Ketua Umum EN-LMND (Eksekutif Nasional Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi), Muhammad Asrul memiliki harapan besar agar Pemilu 2024 nanti berjalan dengan baik dan lancar, dan tentu semaksimal mungkin tanpa terjadi kecurangan.
Oleh sebab itu, ia berharap besar kepada para penyelenggara Pemilu yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) harus benar-benar bisa memastikan bahwa pesta demokrasi tersebut berjalan sesuai dengan koridor hukum dan azas demokrasi yang baik dan benar.
“Tumpuan utama rakyat dan bangsa dalam upaya pelaksanaan Pemilu Jurdil adalah KPU dan Bawaslu. Dua Lembaga ini sebagai ujung tombak pelaksanaan pemilu jurdil,” kata Asrul dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (25/5).
Profesionalitas dan independensi menjadi kunci utama bagaimana para penyelenggara pemilu bisa menjalankan tugas dan fungsinya dengan baik. Sebab ia yakin betul potensi intervensi dan tawaran yang menggiurkan untuk mengakomodir kepentingan pihak-pihak tertentu sangat terbuka lebar.
“Tentunya KPU dan Bawaslu harus menjaga independensinya dan menjauhkan intervensi-intervensi politik dari luar, apalagi dalam proses pemilu ini tantangan terbesar bagi Lembaga ini adalah memerangi politik yang transaksional dan pragmatis serta bagaimana menjamin agenda politik terbesar ini bisa berjalan,” ujarnya.
Peran Mahasiswa dan Pemuda
Pemilu dirasa tidak akan berjalan dengan baik jika para Mahasiswa dan generasi muda Indonesia tidak ikut terlibat aktif dalam mengawal jalannya pesta demokrasi nanti. Sehingga ia juga mendorong agar kaum muda Indonesia bisa ikut mendorong agar Pemilu 2024 bisa berlangsung dengan lancar serta banyaknya pemilik hak suara berpartisipasi dalam pencoblosan.
“Termasuk bisa mendorong partisipasi politik rakyat bisa maksimal khususnya di generasi milennial dan Gen Z,” tandasnya.
Asrul memandang bahwa dominasi pemilih nanti adalah para kaum muda, bahkan menurutnya jumlahnya setengah lebih dari populasi pemilih yang ada.
“Pemilu 2024 ini, anak muda sebagai penentu kemenangan karena secara kuantitatif dalam DPT jumlah kita 54 %,” terangnya.
Karena dominasi pemuda yang dinilai adalah kaum rasional dan terdidik ini, Asrul berharap agar narasi politik di Pemilu 2024 lebih mengedepankan adu gagasan, program yang akomodatif bagi kalangan pelajar dan Mahasiswa, serta isu politik lainnya yang lebih mendidik, bukan caci maki dan hoaks.
“Kita harus menyadari posisi strategis ini dan mendorong agar pemilu 2024 mengutamakan politik gagasan dan mulai mendorong isu dan wacana pendidikan menjadi isu strategis,” ucapnya.
Alasan mengapa isu pendidikan didorong, karena ia ingin agar para pemimpin periode selanjutnya juga memiliki concern yang lebih terhadap upaya untuk mengakomodir kebutuhan pendidikan Indonesia. Sebab banyak sekali problematika seputar pendidikan yang perlu ditangani serius oleh pemerintah, mulai dari biaya pendidikan hingga persoalan haji guru honorer.
“Inilah menjadi konsentrasi LMND secara organisasional agar memperjuangkan problematika pendidikan khususnya biaya pendidikan yang mahal, biaya tempat tinggal mahal, kualitas pendidikan, pengangguran yang tinggi bagi lulusan sarjana, sarana-prasarana pendidikan termasuk gaji guru honorer,” papar Asrul.
Pemilu Tanpa Hoaks dan Politisasi Identitas
Sebagai aktivis pergerakan pemuda dan Mahasiswa, Asrul memandang bahwa peluang terjadinya politisasi identitas hingga penyebaran hoaks pemilu sangat besar terjadi. Sebab, beberapa faktor penyebabnya akan muncul dan harus diantisipasi.
“Menguatnya politisasi identitas, hoaks dan lain-lain sebenarnya bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya kalau kita amati sampai hari ini adalah minimnya politik gagasan dan ide,” tandasnya.
Munculnya politisasi identitas ini menurut Asrul karena elemen masyarakat Indonesia cenderung terjebak pada situasi politik yang kuantitatif. Sehingga Asrul menilai tanggung jawab besarnya adalah bagaimana elite politik Indonesia lebih menguatkan literasi untuk menggeser politik tidak semata hanya persoalan kuantitas saja, akan tetapi lebih pada kualitas.
“Gagasan dan ide dari elit politik hari ini sangat minim ya untuk bisa menggeser politik kuantitatif tadi agar bisa didorong politik yang mengedepankan gagasan dan ide atau kualitatif,” tuturnya.
Dalam memerangi berita hoaks yang acap kali memperburuk situasi demokrasi yang berjalan, menurut Asrul tidak hanya tanggung jawab masyarakat, akan tetapi menjadi tanggung jawab elite politik, penyelenggara pemilu, pemerintah dan semua stakeholder yang ada.
“Soal berita hoaks dan fitnah yang harus dilakukan adalah ini butuh peran dari semua elemen mulai dari parpol, figur dan penyelenggara pemilu termasuk aparat penegak hukum untuk bisa direduksi,” kata Asrul.
Kemudian, tataran elit politik maupun partai politik juga harus mampu mengedepankan politik yang guyub dan narasi-narasi pertentangan antara yang satu figure dengan figure lainnya sudah harus diminimalisir dan diarahkan pada pertentangan gagasan, ide untuk kemajuan bangsa dan Negara.
“Harus ada langkah strategis dan substantif dari pemerintah untuk mendorong penguatan literasi, karena negara kita literasi dasarnya sangat rendah dan ini pasti berhubungan dengan sektor pendidikan kita hari ini. Butuh evaluasi terhadap sistem dan kurikulum pendidikan,” sarannya