Redaksikota.com – Pengamat terorisme, Islah Bahrawi menilai bahwa apa yang dilakukan Mustofa atau Mustopa NR di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat bukan bagian dari tindakan terorisme.
“Menurut saya kurang pas jika terma terorisme dipakai dalam aksi ini, karena motifnya bukan menimbulkan ketakutan masif melainkan lebih kepada sakit hati akibat aksistensinya selaku ‘wakil nabi’ tidak ada yang mau mengakui,” kata Cak Islah dalam keterangannya yang dikutip twitter.
“Wa bil khusus kepada MUI, lembaga yang menurut Mustofa seharusnya mengakui,” sambungnya.
Alasan mengapa dirinya tidak sepakat ketika Mustofa disebut sebagai teroris, karena kategori terorism tidak ditemukan dalam serangan pada hari Selasa, 2 Mei 2023 pukul 10.30 WIB itu.
Diterangkan Islah Bahrawi, Mustofa mengaku sebagai “wakil nabi” Muhammad SAW karena mendapat bisikan gaib sejak tahun 1982 silam. Bisikan gaib itu didapatkan saat pelaku sedang sakit di gunung daerah Tenumbang, Krui, Pesisir Barat.
“Mus saya Nabi Muhammad, katakan kepada semua orang bahwa kamu adalah Rasulullah yang kedua”.
Kemudian di tahun 1992 lalu, kata Mustofa, ia bermimpi lagi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW. Dalam mimpi itu, konon Nabi mengajarkan dirinya mengaji.
Selanjutnya pada tahun 2003, Mustofa merasa bisa mempersatukan manusia di dunia ini. Sejak itulah, ia meyakini kalau dirinya benar-benar sebagai “wakil nabi”, lalu ia mencoba menemui para alim ulama setempat, untuk mengkonsultasikan dirinya sebagai “wakil nabi”. Saat itu para alim ulama tidak membenarkan pengakuannya.
Karena rasa penasarannya, ia kembali mencoba untuk menemui pengurus Majelis Ulama Indonesia (MUI) setempat. Pada tahun 2011, ia mendatangi kantor media massa dan mengumumkan bahwa dirinya sebagai wakil nabi.
Atas dasar informasi dan penjelasannya itu, Islah Bahrawi yang juga direktur eksekutif Jaringan Moderat Indonesia (JMI) itu memandang, bahwa ia hanya melakukan tindakan kriminal saja, karena kesalahan dalam pemahaman dan aqidahnya.
“Kesimpulan saya, pelaku adalah orang yang terdampak pemahaman agama yang salah, sehingga berpengaruh terhadap kondisi kejiwaannya,” pungkasnya.