Jakarta – Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) melalui Direktorat Pengkajian Materi Deputi Pengkajian dan Materi mengadakan kegiatan Diskusi Kelompok Terpumpun Penyusunan Kerangka Awal Draf Dokumen Standarisasi Materi Pembinaan Ideologi Pancasila bagi Anggota Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka), di Jakarta, Selasa (04/04/2023).
Direktur Pengkajian Materi, Aris Heru Utomo, menyatakan bahwa kegiatan ini adalah bagian dari rencana besar BPIP untuk melakukan pembinaan ideologi Pancasila (PIP) kepada seluruh pelajar di Indonesia.
“Ini adalah salah satu bagian, bagian permulaan, untuk PIP bagi para pelajar, karena Paskibraka juga adalah pelajar,” katanya.
Dia pun berharap lewat diskusi ini, tercapai sebuah standarisasi materi pembelajaran yang resonance kepada anak muda.
“Saya berharap, dari diskusi ini, kita semua dapat membuat suatu standarisasi materi pembinaan ideologi Pancasila yang memang cocok dan sesuai dengan bagaimana anak muda saat ini.” harap dia.
Deputi Bidang Pengendalian dan Evaluasi, Rima Agristina, menyatakan bahwa pemahaman umum soal Pancasila masih keliru dan berbeda dengan isi pidato 1 Juni Bung Karno.
“Hal ini perlu dicatat. Materi yang ada seharusnya mengacu pada pengertian dan pemahaman dari pidato 1 Juni Bung Karno, ditambah juga dengan pidatonya di PBB. Contohnya, Bung Karno menyatakan bahwa aspek Pancasila adalah Believe in God, tetapi kita sampai sekarang menterjemahkannya menjadi aspek religiusitas. Hal ini seharusnya jadi catatan kita; kita harus perbaiki inti dari bahan dan materinya,” tuturnya.
Rima juga meminta agar bahasa penyampaian yang dipakai agar mudah diterima.
“Bukan hanya untuk Paskibraka, tetapi mereka juga perlu menjelaskan dan menyebarkan pengetahuan mereka soal Pancasila kepada semua orang tanpa terkecuali. Akan sulit bagi orang-orang untuk mengerti istilah-istilah seperti ‘Philosopische Grondslag’; pakai saja bahasa Indonesia yang ringan dan mudah dimengerti,” usulnya.
Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Antonius Benny Susetyo, menyatakan bahwa Paskibraka adalah orang-orang terpilih yang memiliki modal yang besar.
“Mereka juga adalah role model bagi teman-temannya. Posisi mereka sebagai orang terpilih akan memberikan pengaruh; teman-temannya akan melihat mereka sebagai yang lebih pintar dan lebih cerdas,” kata Benny.
Dia menyatakan bahwa Paskibraka bukan hanya soal membawa bendera pusaka, tetapi juga menjadi pelaku nilai Pancasila yang terang di tengah anak-anak muda.
“Beri mereka pengetahuan soal sejarah, latar belakang Paskibraka, latar belakang Pancasila dan UUD 1945; mereka jadi memiliki logos, pengetahuan. Mereka harus memiliki keterampilan membangun narasi kebangsaan. Mereka harus memiliki perisai untuk menangkal paham-paham lain yang mengganggu. Mereka juga harus bisa mencontohkan Pancasila sebagai moral publik, bukan moral pribadi,” tuturnya.
Salah satu pendiri Setarra Institute ini juga memberikan masukan agar Paskibraka dapat menggunakan teknologi informasi dan komunikasi dengan bijak.
“Mereka harus dapat melihat bahwa teknologi itu sebagai sarana, bukan tuhan dan segala-galanya. Anak-anak menjadi visioner, bukan manager. Harus memiliki wawasan global, berpikir global bertindak lokal, bisa membaca tren zaman, menguasai wawasan dan politik global, serta mengerti tantangannya,” imbuhnya.
Menurut Benny, lewat Paskibraka, tren membaca dan berpikir kritis harus dibangkitkan di kalangan masyarakat indonesia.
“Kita harus dekonstruksi lagi masyarakat kita lewat Paskibara. Biarkan anak-anak muda mau membaca secara teliti dan berpikir kritis dalam menghadapi tantangan dan masalah yang ada,” tegasnya.
Benny pun menutup dengan sebuah arahan.
“Materi ini harus dapat membuat Paskibraka menguasai sejarah, pengetahuan global, dan juga komunikasi dan informasi. Mereka harus memiliki kualitas untuk merebut ruang-ruang publik, dan ya, bahasa yang dipakai harus memakai bahasa yang mudah dikomunikasikan, sehingga nilai-nilai luhur Pancasila tersebar luas di kalangan masyarakat,” tutupnya.