“Gembira Dong” Ala Guru SDN 226 Palembang, Bantu Kembangkan Nalar Kritis & Kemampuan Berimajinasi Siswa Sejak Dini

Upaya mendongkrak tingkat literasi di Tanah Air terkendala beragam keterbatasan, mulai dari infrastruktur, kegiatan berliterasi, hingga dukungan pendanaan. Selain itu, siswa dan guru kurang memanfaatkan sumber literasi di sekolah dan masyarakat.

Berdasarkan Survei Programme for International Student Assessment (PISA) 2018, kemampuan membaca siswa Indonesia berada di urutan ke-71 dari 76 negara. Adapun Asesmen Nasional 2021 menyebutkan, satu dari dua peserta didik di Tanah Air belum mencapai kompetensi minimum literasi.

Bacaan Lainnya

Hasil serupa diperoleh pada survei Indeks Literasi Digital 2022, indeks literasi digital nasional pada 2022 mencapai 3,54 poin (dalam skala 5). Kenaikan 0,05 poin dibandingkan 2021 itu dinilai belum signifikan.

Atas dasar itulah membuat sosok guru dari SD Negeri 226 Palembang terpanggil untuk mengembangkan sebuah inovasi yang disebut “GEMBIRA DONG” atau Gerakan Mari Budayakan Literasi Dongeng. Inovasi tersebut diharapkan dapat menstimulasi kemampuan berimajinasi serta kemampuan untuk bernalar kritis siswa.

“Dalam hal mengoptimalkan perkembangan otak anak, dongeng memiliki banyak manfaat. Salah satunya meningkatkan imajinasi anak melalui stimulasi dan kosa kata, baik bahasa Indonesia maupun bahasa asing. Anak-anak yang sering mendengarkan dongeng dapat menggunakan kosa kata yang tepat untuk mengutarakan perasaan serta emosi mereka”, ungkap Guru yang memiliki nama lengkap Dian Anggraini, S.Pd dalam keterangan tertulisnya kepada awak media.

Lebih lanjut Dian menjelaskan, Gerakan Mari Budayakan Literasi Dongeng ini bertujuan meningkatkan kemampuan literasi berbahasa Indonesia, keterampilan berbicara di depan umum, dan kepercayaan diri para siswa. Dongeng memiliki manfaat positif pada pertumbuhan anak, membantu pengembangan moral, sensorik kognitif, melatih empati dan menumbuhkan kreativitas serta kemampuan imajinasi.

Selain itu mengenalkan dongeng sejak dini dapat mempererat hubungan emosional orang tua dan anak. Di sekolah juga demikian. Mendongeng bisa menjadi penghubung emosional guru dan siswa.

Yang paling penting, lanjutnya, adalah memperhatikan materi dan cara penyampaian dongeng dengan cara kreatif agar siswa tidak merasa bosan dan pesan yang disampaikan dapat dimengerti oleh para siswa. “Sebisa mungkin para guru dan orang tua ketika mendongeng itu menjiwai agar natural,” ujarnya.

Pos terkait