Soroti Penghentian Imlek Fair Siantar, TPDI : Ini Diskriminasi Ras & Etnis, Walikota Sudah Lakukan Kejahatan

Jakarta – Berita tentang penghentian kegiatan “Imlek Fair Siantar Gong Xi Fa Cai 2023”, oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkot Pematang Siantar, pada tanggal 8/1/2023, sebagai petir di siang bolong bagi warga masyarakat etnis Tionghoa di Siantar.

Koordinator TPDI dan Pergerakan Advokat Nusantara, Petrus Selestinus, Selasa (17/1/2023), mengatakan bahwa tindakan penghentian itu merupakan kejahatan diskriminasi ras dan etnis.

Bacaan Lainnya

Diketahui, penyelenggaraan kegiatan “Imlek Fair Siantar Gong Xi Fa Cai 2023” dalam rangka perayaan hari besar Tahun Baru China di Pematang Siantar.

“Kegiatan ini sebagai ekspresi budaya etnis masyarakat Tionghoa yang telah menjadi identitas budaya dan hak masyarakat tradisional yang harus dihormati selaras dengan perkembangan jaman dan peradaban, sesuai pasal 28i ayat (3) UUD 1945).” jelas Petrus.

“Dengan demikian tidak ada alasan apapun bagi Walikota dan Satpol PP Pemkot Pematang Siantar, untuk menghentikan kegiatan Imlek Fair Siantar, karena “Imlek Fair Siantar” merupakan kegiatan budaya dalam rangka menyambut Tahun Baru China atau Imlek,” sambung dia.

Petrus juga menegaskan bahwa “Imlek Fair Siantar” telah mendapat izin dari Walikota dan Dinas Perhubungan dan Kepolisian Resort Pematang Siantar.

“Mengapa terjadi kebijakan yang paradoksal dan menunjukan ada loyalitas ganda dari oknum Pemkot? yaitu pada pelayanan publik dan pada kelompok intoleran yang tidak menghendaki “Imlek Fair Siantar” diselenggarakan.” beber Petrus.

Didikte Kekuatan Intoleran

Sebagaimana diketahui kegiatan Imlek Fair Siantar Gong Xi Fa Cai, merupakan kegiatan yang berbasis pada kegiatan keagamaan dan budaya oleh saudara kita dari etnis Tionghoa di Kotamadya Siantar, di mana Pemkot Pematang Siantar wajib melindungi, memelihara dan menghormati sebagai identitas budaya sesuai dengan ketentuan UU.

Panitia Penyelenggara “Imlek Fair Siantar 2023”, Satkom Gajah Mada, sebelumnya melakukan audiensi, mendapatkan arahan, dukungan dan ijin dari Walikota Pematang Siantar sebagaimana terbukti dari Ijin beserta Rekomendasi tertulis dari Dinas Perhubungan dan Kepolisian Resort setempat diberikan kepada Pantia Penyelenggara.

“Namun yang terjadi pasca izin-izin diberikan dan Panitia Penyelenggara “Imlek Fair Siantar” mulai memasang tenda-tenda dan persiapan lainnya, tiba-tiba muncul tindakan penghentian kegiatan yang sudah mendapat ijin Walikota itu dari Satpol PP Kota Pematang Siantar dan tenda-tenda yang sudah dipasang harus dibongkar.” tegas Petrus.

Pecat Walikota dan Satpol PP

Menurut Petrus, apa yang dilakukan oleh Walikota dan Satpol PP Pemkot Pematang Siantar, sebagai telah mencoreng prinsip negara hukum, sekaligus mencoreng wajah pemerintahan Jokowi yang selama ini memberi perhatian tinggi kepada pentingnya menjaga identitas budaya lokal dan selalu siaga menjaga kerukunan di tengah keberagaman suku, agama dan adat istiadat.

Baginya tindakan Walikota dan Satpol PP Pemkot Pematang Siantar, yaitu membatalkan penyelenggaraan Imlek Fair Siantar, merupakan tindakan yang mengganggu kohesivitas sosial masyarakat dan bertentangan dengan kepentingan strategis nasional yaitu menjaga keutuhan dan kesatuan bangsa, sehingga dapat dikualifikasi sebagai pelanggaran pidana yaitu UU Tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.

Walikota Pematang Siantar, diduga kuat didikte oleh kelompok intoleran, atau berafiliasi dengan kelompok intoleran, sehingga memilih bersikap lebih patuh kepada kelompok intoleran dari pada sumpah jabatannya lantas membiarkan aparaturnya (Satpol PP) menghentikan kegiatan yang berbasis budaya dan agama oleh etnis Tionghoa di Siantar.

Dia mengatakan, sesuai dengan ketentuan pasal 78 dan 79 UU No. 23/2014, Tentang Pemerintahan Daerah, Memteri Dalam Negeri berwenang memberhentikan Kepala Daerah, tanpa melalui proses politik di DPRD, karena tidak melaksanakan kewajiban Kepala Daerah, melanggar sumpah/janji jabatan dan sebagainya.

Petrus menjelaskan bahwa tindakan Walikota Pematang Siantar dimaksud, sebagai suatu tindakan insubordinasi atau pembangkangan terhadap kebijakan Presiden dalam menjaga kepentingan strategis nasional, padahal tugas itu menjadi kewajiban Kepala Daerah, maka Menteri Dalam Negeri wajib memecat Walikota Siantar.

Pos terkait