Medan – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Utara, merespon persoalan konversi kebun teh menjadi kebun sawit di Kecamatan Sidamanik dan persoalan ini juga dapat penolakan dari Warga Sidamanik.
Manager Advokasi dan Kampanye, Khairul Bukhari, yang sudah melihat secara langsung di lokasi, menilai PTPN IV sudah semena-mena atas izin yang sudah di berikan oleh pemerintah yang tidak melihat dampak lingkungan yang akan terjadi di kemudian hari.
“Saat melihat lokasi yang terdampak atas konversi kebun teh menjadi kebun sawit pada tahun 2005, masyarakat sudah berulang-ulang mendapatkan bencana alam seperti banjir dan longsor saat musim hujan dan saat musim kemarau lahan pertanian warga akan kekeringan dan ini salah satu dampak buruk yang terjadi.” tukas Ari, panggilan akrab Khairul Bukhari.
Perkebunan teh sidamanik adalah perkebunan legendaris di wilayah Sumatera Utara, kebun teh sudah ada sejak dari sebelum kemerdekaan. Perkebunan teh ini di rintis di masa colonial Belanda dan sebagai bersar hasil produksi nya untuk pasar ekspor.
“Alih fungsi atau konversi kebun teh menjadi kebun sawit di lokasi 257 hektar di Daerah Bah Butong, Kec. Sidamanik yang menjadi kekuatiran masyarakat, memang jelas ada dampak lingkungannya dan apakah PTPN IV sudah memiliki izin serta kajian khusus atas dampak lingkungan dan ini juga nantinya akan merugikan banyak masyarakat. Ini diduga sudah melanggar peraturan dan perundang-undangan.” jelas dia.
Konversi kebun teh menjadi kebun sawit yang sebelumnya ada di Marjandi dan bah birong ulu di Kabupaten Simalungun dan ini mencoba mengalih fungsikan kembali kebun teh di daerah Bah Butong menjadi kebun sawit, dianggap mencoreng icon Kabupaten Simalungun.
Walhi Sumatera Utara meminta kepada Pemerintah Daerah Simalungun harus memikirkan rakyat nya dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) harus mencabut HGU PTPN IV Unit Bah Butong agar kebun teh tidak dikonversi menjadi kebun sawit. Sebab dari dahulu Bah Butong adalah tanaman kebun teh bukan kebun sawit.
Aliansi Gerakan Masyarakat Sidamanik, S. Sidabutar menjelaskan konversi kebun teh menjadi kebun sawit ini nantinya menjadi kekuatiran masyarakat Sidamanik akan merusak lingkungan yang bisa menyebabkan banjir dan longsor.
“Karena dampak yang terjadi sudah di rasakan oleh masyarakat sewaktu konversi kebun teh sidamanik pada tahun 2005 dan pada tahun 2011, karena masyarakat sudah merasakan dampak yang fakta terhadap konversi kebun teh menjadi kebun sawit tersebut adalah merusak lingkungan serta akan terjadi bencana alam seperti banjir dan longsor.” tegasnya.
Penolakan konversi kebun teh menjadi sawit ini juga sudah ada di tingkat DPRD Sumut lewat Komisi B sewaktu dengar pendapat bersama PTPN IV, kita tidak mau ini alih fungsi ini berlanjut seluas lebih kurang 257 hektar.
” Warga juga telah di bohongi. Dari hasil Pertemuan Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Sumut, Komisi B pada 29 juli 2022 lalu, Pihak PTPN IV sebab belum adanya kajian dampak lingkungan terhadap konversi kebun teh menjadi kebun sawit oleh PTPN IV. Sepertinya PTPN IV ini tidak perduli terhadap dampak yang akan timbul di Sidamanik, karena mereka bukan tinggal di sini, kami yang tinggal di sini yang merasakan dampak secara langsung.” sambungnya.
“Cukuplah yang sudah terjadi kami tidak mau merasakan nya kembali dan kami tegaskan kembali, kami tetap dalam pendirian kami, tetap melokan konversi kebun teh menjadi kebun sawit di Sidamanik, atau memang PTPN IV mau menenggelamkan kampung kami.” tegas S. Sidabutar.