Depok – Sudah beberapa hari belakangan ini. Pengguna Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertalite di Kota Depok, mulai mengalami kelangkaan disejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU). Kamis (11/8) misalnya, SPBU di Depok selalu memasangkan tulisan pertalite habis atau sedang dalam perjalanan.
Petugas SPBU di Jalan Tole Iskandar, Kecamatan Sukmajaya, Andi M menyebutkan, terhitung Kamis (11/8) sekitar pukul 11:00 WIB, pihaknya kehabisan BBM jenis pertalite dan pertamax.
“Habisnya daritadi sekitar jam 11-an,” tuturnya, Kamis (11/8).
Hingga pukul 17:00 WIB, kata dia, dua jenis BBM tersebut tidak kunjung datang di SPBU-nya. Kendati demikian, dia belum mengetahui secara pasti penyebab kelangkaan tersebut. “Belum datang sampai sekarang, katanya sih udah dalam perjalanan,” terang Andi.
Terpisah, petugas SPBU di Jalan Sersan Aning, Kecamatan Pancoranmas, Dedi S menyebutkan, setelah BBM jenis pertamax mengalami kenaikan harga, pengguna pertalite semakin membludak. Bahkan, antreannya sampai ke pinggir jalan raya. “Iya, antreannya panjang banget saat ini,” singkatnya.
Sementara, pengguna pertalite asal Depok, Umar Ismail mengeluh, tidak tersedianya bahan bakar jenis tersebut pada SPBU yang dia tuju di Jalan Tole Iskandar Raya, Kecamatan Sukmajaya. “Iya kemarin waktu mau isi didekat Al-huda sempat gak ada,” ungkapnya kepada Radar Depok, Kamis (11/8).
Umar menuturkan, sebagai pengguna pertalite dirinya merasa sedikit kecewa karena sejumlah SPBU kerap kehabisan bahan bakar jenis tersebut. Bahkan, di wilayah Kota Depok pun dia sering menemukan hal yang sama. “Waktu ke Jakarta juga pernah kaya gitu, ada beberapa SPBU yang kosong pertalite nya. Di eceran pinggir jalan juga sering habis,” bebernya.
Menurut dia, kenaikan harga bahan bakar jenis pertamax dianggap mempengaruhi langkanya pertalite. Sebab, banyak pengguna pertamax yang beralih ke pertalite. “Jadi antrean di pertalite sering panjang dan jadi cepat habis, kalau menurut saya,” ungkap Umar.
PT Pertamina (Persero) mencatat penyaluran bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis pertalite telah mencapai 16,8 juta kiloliter (kl) hingga Juli 2022. Artinya kuota pertalite hingga akhir tahun hanya tersisa 6,25 juta kl dari total kuota yang ditetapkan tahun ini, 23,05 juta kl. “Sementara pertalite, hingga Juli sudah tersalurkan 16,8 juta kl, dari kuota 23 juta kl,” ungkap Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting, Kamis (11/8).
Sementara, untuk BBM subsidi jenis solar telah mencapai 9,9 juta kl hingga Juli 2022. Dengan demikian, sisa kuota solar hingga akhir tahun hanya tersisa 5, juta kl dari total kuota 15,1 kl.
Secara terpisah, Anggota Komite BPH Migas Saleh Abdurrahman mengatakan tidak dibatasi, maka kuota BBM subsidi yang sudah ditetapkan bakal habis sebelum akhir tahun. Apalagi, sejak harga pertamax naik, tren konsumsi BBM subsidi menanjak karena banyak masyarakat yang beralih ke pertalite.
“Tentu jika tidak dikendalikan maka kita akan hadapi solar habis di Oktober atau November. Jbkp (pertalite) juga, jika tidak dilakukan pengendalian maka kita prognosa di akhir 2022 kuota kita akan di atas realisasi,” kata Saleh.
Untuk mencegah bobolnya kuota BBM subsidi, Pertamina akan membatasi pembelian pertalite dan solar hanya untuk masyarakat yang berhak. Perusahaan pelat merah itu membuka pendaftaran di website MyPertamina dan secara langsung di SPBU untuk mendapat pelanggan mana saja yang layak mendapat subsidi sejak Juli 2022 lalu.
Namun, pembatasan itu belum diterapkan lantaran masih menunggu revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak selesai. Pembatasan itu pun didorong oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Ia meminta Pertamina mengendalikan volume penyaluran BBM bersubsidi agar postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tetap terjaga.
“Tentu saya berharap Pertamina untuk betul-betul mengendalikan volumenya, jadi supaya APBN tidak terpukul,” ujar Ani, sapaan akrabnya.
Ani mengatakan, peningkatan volume penyaluran BBM bersubsidi yang di luar kontrol dapat menyebabkan alokasi subsidi dan kompensasi energi melebihi dari pagu anggaran APBN yang sebesar Rp502 triliun pada tahun ini.
“Meskipun APBN-nya bagus, surplus sampai Juli, tapi tagihannya nanti kalau volumenya tidak terkendali akan semakin besar di semester dua,” ujarnya.
Di sisi lain, Ani mengatakan kenaikan harga minyak di tingkat dunia dan kenaikan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga dapat memberi tekanan terhadap APBN. “Ini berarti akan ada tambahan di atas Rp502 triliun yang sudah kita sampaikan, belum harga minyak yang dalam APBN kita asumsikan US$100 per barel. Kemarin pernah sampai US$120 per barel, jadi itu juga akan menambahkan,” kata dia.
Dengan itu pihaknya sedang membahas masalah ini bersama dengan Pertamina, Kementerian BUMN, dan Kementerian ESDM. Pembahasan ini dalam upaya mencari langkah-langkah untuk mengamankan rakyat, mengamankan ekonomi, dan mengamankan APBN.