Redaksikota.com – Deputi II Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irjen. Pol. Ibnu Suhendra menilai, apa yang disampaikan oleh Saifuddin Ibrahim alias Abraham Ben Moses sangat tidak mencerminkan nilai-nilai keagamaan yang baik.
“Jika memang beliau tokoh agama, seharusnya tidak malah menyulut pertikaian umat dan kegaduhan, memecah belah dengan statemen-statemen provokator, ini sangat disayangkan,” kata Ibnu kepada wartawan, Rabu (30/3).
Apalagi saat ini statusnya sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri dalam kasus ujaran kebencian dan penistaan terhadap agama.
Maka ia sangat mendukung langkah Polri tersebut demi membuat situasi nasional terkendali dengan baik.
“Kami mendukung Polri segera menangkap yang bersangkutan untuk diproses hukum lebih lanjut,” ujarnya.
Lebih lanjut, Jenderal Polisi bintang dua itu sekaligus mewanti-wanti kepada masyarakat dan lintas agama untuk tidak terpancing dengan apa yang diutarakan oleh Saifuddin Ibrahim. Semua diharapkan bisa saling menahan diri dan mempercayakan kasus tersebut kepada aparat berwajib.
“Kita semua harus lebih dewasa dalam menanggapi semua perbedaan. Kedepankan sikap saling menghargai dan menghormati, jangan terbiasa memaki apalagi membenci. Indonesia ini besar karena penghargaan terhadap keberagaman; mari saling menghargai,” tuturnya.
Perlu diketahui, bahwa Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo membenarkan bahwa Saifuddin Ibrahim sudah ditetapkan statusnya sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Bahkan, status tersangka itu sudah ditetapkan sejak tanggal 29 Maret 2022.
Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Pol Ahmad Ramadhan menyebutkan, bahwa Saifuddin Ibrahim bakal dijerat dengan pasal berlapis terkait dugaan penistaan agama hingga ujaran kebencian berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Kepada wartawan pada hari Rabu (30/3), Ramadhan menyebut, Saifuddin terancam hukuman pidana penjara paling lama enam tahun.
“Pidana penjara paling lama enam tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar,” kata Ramadhan.