JAKARTA – Setiap kali ada momen politik besar, Petisi 28 selalu muncul. Kadang muncul dengan mengirimkan petisi, sesuai namanya, diskusi atau bahkan demonstrasi.
Beberapa waktu terakhir ini, Petisi 28 yang di pentolani Haris Rusly Moti bersama elemen lainnya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Kesehatan, Indonesian Audit Watch (IAW) dan Institut Ekonomi Politik Soekarno Hatta menghiasi berita dengan desakan usut tuntas audit bisnis PCR yang diduga oleh 2 Menteri Presiden Jokowi.
Menanggapi seruan elemen Petisi 28 dkk tersebut, Ketua GP Ansor Rahmat Hidayat Pulungan meminta masyarakat tidak terprovokasi mengenai dugaan pejabat terlibat bisnis tes PCR. Dia berharap Menteri BUMN Erick Thohir tetap fokus bekerja membantu rakyat.
Dia menilai pihak yang melaporkan Erick Thohir ke KPK terkait tuduhan terlibat bisnis alat tes PCR melalui PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI) dilandasi rasa iri atas capaian menteri BUMN itu.
“Saya ingatkan ini merujuk istilah orang kampung itu yang namanya emas mau di mana pun tetap emas, kalau buang di sungai tetap diperebutkan,” ujarnya lagi.
Diakuinya, bahwa setiap warga negara Indonesia memiliki hak untuk melaporkan dugaan korupsi ke KPK sebagai bentuk pengawasan bersama. Sehingga wajar jika ada pihak yang melaporkan salah satu pejabat ke KPK.
Namun dia menyinggung maksud dan tujuan pelaporan terhadap Erick Thohir kali ini. “Seiring raihan prestasi yang didapat seseorang pasti selalu ada saja yang iri. Pak Erick tentu kita lihat sendiri perjuangannya untuk rakyat. Saya yakin para menteri dan pimpinan lembaga tinggi negara membantu rakyat saat musibah Covid-19 ini,” katanya.
Rahmat dalam analisanya mengungkapkan topik yang dipermasalahkan mengenai tes PCR adalah harga dan PT GSI. Padahal dia menekankan harga tes PCR menjadi wewenang Kementerian Kesehatan.
“Kalau mengenai GSI itu sejak awal inisiatif dan kolaboratif banyak pihak dan semangatnya gerakan sosial kemanusiaan demi membantu masyarakat. Ini sudah dijelaskan Pak Erick ke publik,” tukasnya.