JAKARTA – Di balik proses rekrutmen eks pegawai KPK oleh Polri dituding selalu tertutup dengan kalimat “dalam proses dan tidak ada hambatan” mengungkap keluhan adanya pemaksaan terhadap BKN agar rencana ini bisa diwujudkan.
“Info ini terima tersirat yang harus diungkap dan dipertanyakan serta siapa yang melakukan intimidasi tersebut agar tidak ada pemaksaan kehendak bila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan,” tegas Peneliti LSAK Ahmad A. Hariri, hari ini.
Menurutnya, regulasi terkait rekrutmen bekas pegawai KPK yang dibuat oleh Polri harusnya lebih terbuka. Namun sekarang kita hanya tahu regulasi telah selesai dibuat. Sehingga patut muncul kecurigaan publik tentang pengistimewaan dan utak-atik aturan yang berpotensi melanggar undang-undang. Sebab bila terjadi pengistimewaan tentu tidak adil bagi pegawai lepas harian di polri.
“Bahkan bagaimana dengan tenaga guru honorer, bidan, perangkat desa yang sampai sekarang tidak bisa jadi ASN? Apalagi kalau hal itu dipaksakan dengan melanggar undang-undang,” tuturnya.
Dikatakannya, sesuai UU no 5 tahun 2014 tentang ASN dan PP no 11 tahun 2017 tentang Manajemen ASN RI, rekrutmen ASN harus dilakukan dengan mekanisme dan syarat-syarat menjadi ASN. Karenanya rekrutmen bekas pegawai KPK menjadi ASN juga wajib mengikuti ketentuan dalam uu no 5 tahun 2014 dan PP no 11 tahun 2017.
“Sejumlah persyaratan itu, mulai dari faktor usia, kesetiaan pada PUNP (Pancasila, UUD 45, NKRI,dan pemerintahan yang sah), dan tiga test kompetensi, hingga tidak pernah diberhentikan dari TNI-POLRI dan PNS dengan atau tidak dengan hormat, tidak boleh diabaikan,” paparnya.
“Pertanyaannya apakah orang tanpa test bisa diangkat langsung jadi ASN ? Pertanyaan kedua, apakah org yang sdh diberhentikan dari Anggota polri bisa diangkat jadi ASN Polri? Karena ini bertentangan dengan syarat menjadi ASN sebagaimana UU no. 5 tahun 2014,” jelasnya.
Oleh karenanya, lanjut dia, Polri tidak boleh bertindak abuse of power, inkonstitusional atas hak-hak warga negara lainnya. Sebab, Polri bukan perusahaan swasta yang memiliki sistem diluar sistem administrasi negara dan diluar sistem ketatanegaraan Republik Indonesia.
“Negara Indonesia adalah negara hukum,” pungkasnya.