Bahas Otsus Papua, Jubir PRIMA Minta Pemerintah dan DPR Dengarkan Rakyat, Bukan Oligarki

IMG 20210409 WA0017
Arkilaus Baho.

Redaksikota.com – Juru bicara Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) Arkilaus Baho sangat bersyukur akhirnya pemerintah bersama para pemangku kebijakan lainnya membahas kembali regulasi otonomi khusus (otsus) Papua.

Apalagi selama ini, belum ada pembahasan lanjutan untuk melakukan evaluasi terhadap regulasi yang diterapkan secara istimewa di tanah Indonesia bagian timur itu.

Bacaan Lainnya

“Di akhir perjalanan otsus selama dua puluh tahun, akhirnya pemerintah dan dewan perwakilan rakyat mulai membahasnya. Pansus otsus Papua DPR RI mulai melakukan rapat dengar pendapat maupun rapat kerja,” kata Arkilaus dalam keterangannya yang diterima wartawan, Jumat (9/4/2021).

Namun, ia pun memberikan penekanan kepada pemerintah dan anggota dewan di DPR RI untuk mempertimbangkan faktor kesejahteraan masyarakat asli ketika membuat sebuah regulasi, khususnya otsus Papua tersebut.

“Regulasi otonomi khusus Papua, diharapkan mewujudkan keadilan sosial, kesejahteraan dan kemakmuran,” ujarnya.

Terlebih lagi, ada rasa pesimistis ketika DPR kalah dengan kekuatan oligarki yang ada di dalam partai politik mereka masing-masing. Yang dikhawatirkan adalah pembahasan Otsus lebih melihat sisi keuntungan sekelompok tertentu, tidak lagi berpihak pada kesejahteraan masyarakat Papua.

“Tentunya, paket evaluasi otsus tentu tidak jauh beda, hanya mengamankan kepentingan kaum tertentu,” tandasnya.

Oleh karena itu, Arkilaus menyampaikan harapan besarnya agar pemerintah dan DPR melihat juga substansi masalah yang dialami oleh masyarakat Papua selama ini. Sehingga, pembahasan Otsus Papua ini tidak terkesan hanya membahas persoalan dana semata.

Yang paling jelas adalah ketika Pemerintah bersama DPR RI yang menjadi perumus regulasi mau memberikan ruang seluas-luasnya kepada masyarakat Papua untuk menyampaikan aspirasinya. Sehingga para pemangku kebijakan bisa tahu betul apa yang dirasakan dan dialami oleh masyarakat Papua.

“Seharusnya evaluasi otsus perlu memfasilitasi keterlibatan masyarakat luas, khususnya yang merasakan dampak dari kebijakan tersebut. Melalui musyawarah mufakat di tingkat marga, bahkan suku, mereka bebas berdiskusi dalam nuansa kulturnya orang Papua,” tuturnya.

“Dewan Rakyat Papua sebagai jalan untuk dilakukanya rembuk di Honai, rumah adat, para-para pinang, tikar adat, dan sebutan rumah adat lainnya, perlu diberikan ruang agar demokrasi Pancasila benar-benar dirasakan manfaatnya,” sambung Arkilaus.

Terakhir, ia berpesan kepada pemerintah untuk benar-benar bisa menghadirkan Pancasila di dalam pembentukan dan evaluasi terhadap UU Otsus Papua.

“Pemerintah mestinya menjalankan Pancasila dalam bentuk wadah politik keterwakilan marga di dalam lembaga Dewan Rakyat Papua (DRP), di tanah ini dengan mengedepankan filosofi hidup rakyatnya,” ucap Arkilaus.

“Melalui DRP, maka kehendak rakyat yang berlaku, bukan kehendak oligarki dan kaum satu persen belaka,” pungkasnya.

Pos terkait