Cara Tangani Kasus Tanah Toro Lema, Kongres Rakyat Flores : Kejati NTT Yulianto Konyol

JAKARTA – Upaya Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (NTT) Yulianto membongkar kasus tanah Toro Lema di Labuan Bajo, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT) menimbulkan banyak pertanyaan karena sarat dengan kejanggalan dan keanehan.

Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi NTT dipimpin oleh Kajati NTT Yulianto telah memeriksa ratusan orang saksi, temasuk Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dulla, Gories Mere dan Karni Ilyas, sementara status kepemilikan tanah Toro Lema sampai saat ini belum jelas.

“Hasil investigasi, verifikasi dan klarifikasi tim gabungan Kongres Rakyat Flores (KRF), Rumah Kebudayaan Nusantara (RKN), Setara Institute, Aliansi Wartawan NTT memperlihatkan, upaya Kejakti NTT dipimpin oleh Yulianto termasuk absurd,” tegas Ketua Presidium Kongres Rakyat Flores (KRF) Petrus Selestinus di Jakarta, Minggu (10/1/2020).

Pada kesempatan itu, Petrus mengatakan Kongres Rakyat Flores bersama sejumlah Aliansi berencana melaporkan Yulianto kepada Jaksa Agung, Menkopolhukam dan Komisi Kejaksaan terkait cara penanganan kasus Tanah Toro Lema di Labuan Bajo dengan mengggunakan tindak pidana korupsi.

Petrus menilai Kajati NTT Yulianto bahwa lahan Toro Lema sebagai aset daerah Manggarai Barat, sama sekali tidak didukung oleh data fisik, yuridis dan administratif.

Secara fisik, Toro Lema tidak dikuasai atau diduduki Pemda Manggarai. Secara yuridis, Pemda Manggarai Barat tidak memiliki sertikat atas tanah yang dipersoalkan Kejati NTT. Pemda juga tidak membayar pajak PBB.

Secara administratif pun, kata Petrus, tidak termasuk dalam daftar aset daerah. Ketika terjadi pemekaran dari Kabupaten Manggarai tahun 2003, tanah Toro Lema tidak dimasukkan dalam aset yang diserahkan ke Pemda Manggarai Barat.

Menurut Petrus, hal itu ditegaskan oleh mantan Bupati Manggarai Alm. Gaspar Parang Ehok dan Antony Bagul Dagur maupun oleh mantan Bupati Manggarai Barat Alm Fidelis Pranda.

“Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dulla telah berusaha memperjelas status tanah Loro Lema sampai ke Kantor Pertanahan Labuan Bajo, tetapi sampai sekarang tidak ada solusi karena banyak pihak yang mengklaim tumpang tindih,” kata Petrus menirukan pernyataan Gusti Dulla sapaan Bupati Manggarai Barat itu.

Atas dasar itu, menurut Petrus, upaya Kajati NTT Yulianto terasa hanya menimbulkan kegaduhan dan fitnah, karena sama sekali tidak didasarkan pada data fisik, yuridis dan administrasi yang jelas dan pasti.

“Kegaduhan bahkan merebak sejak awal ketika Kejaksaan Tinggi menyatakan, kasus Toro Lema merupakan kasus korupsi. Apa yang dikorupsi? Padahal status tanah belum jelas,” tegas Petrus yang juga Advokat Peradi ini.

“Menjadi pertanyaan, kenapa Kejaksaan Tinggi NTT di bawah pimpinan Yulianto melakukan sensasi dengan menyebut nilai kerugian tiga triliun rupiah?,” tanya Petrus lagi.

Lebih lanjut, Petrus menilai kerugian dimaksud tidak berdasarkan fakta. “Kejaksaan kurang teliti dalam hal hukum adat perihal sejarah kepemilikan tanah Toro Lema,” kata Romo Benny.

Secara akal sehat, kata Romo Benny, apa yang dikatakan Kajati NTT itu patut dipertanyakan karena tampaknya tidak ada tanah di Labuan Bajo yang strategis sekalipun berharga sekitar Rp 10 juta per meter.

“Lebih merisaukan lagi, rasa keadilan masyarakat Flores dan NTT sungguh terusik karena Kajati yang satu ini (Yulianto, red) sangat bersemangat dalam kasus Toro Lema, sementara banyak kasus hebat lainnya tidak digubris seperti kasus tanah Besi Pae (TTS), dan kasus lainnya. Ada apa ya?,” tanya Petrus Selestinus.

Lebih lanjut, Petrus menilai tindakan Kajati NTT ini sungguh meresahkan sekaligus membinggungkan masyarakat karena jelas-jelas secara diametral bertentangan dengan amanat Presiden Jokowi dan Jaksa Agung Burhanuddin, yang terus-menerus menekan agar jangan merekaya kasus dan jangan memeras.

Terpisah, Sekretaris Dewan Nasional Setara Intitute Romo Benny Susetyo juga ikut menyoroti kasus tanah Toro Lema di Labuan Bajo, Flores, NTT.

Romo Benny mengingatkan kepada aparat penegak hukum agar dalam menangani perkara tanah harus mempertimbangkan nilai keutamaan publik dan harus berlaku adil.

“Jangan sampai melukai rasa keadilan masyarakat,” tegas Romo Benny.

Pos terkait