JAKARTA – Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI-MPO) mempertanyakan posisi sprindik yang ditengarai dikeluarkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perihal pemeriksaan Menteri BUMN Erick Thohir terkait dugaan Korupsi Pengadaan Alat Rapid Tes Covid-19 beberapa waktu lalu.Pasalnya, dalam Surat Perintah Penyidikan tersebut tercatat nama perusaan PT. Rajawali Nusantara Indonesia yang ikut terlibat dalam dugaan pengadaan alat rapid tes tersebut.Dalam perkara tersebut, Ahmad Latupono selaku Ketua Umum PB HMI mempertanyakan sekaligus menyampaikan keherananya atas sengkarut munculnya sprindik yang ditujukan untuk memeriksa pentolan BUMN tersebut.Ahmad menilai ada kejanggalan dalam persoalan sprindik tersebut, ia mencurigai ada campur tangan pihak lain untuk memanpulasi dugaan kasus tersebut.”Kok janggal, bagaimana mungkin surat itu keluar, lantas KPK membantah telah mrngeluarkan surat tersebut, lalu dari mana surat itu keluar, kan pasti surat itu resmi dan tertandatangani oleh pimpinan KPK,” tukas Ahmad dalam keterangannya di Jakarta pada Kamis, 10/12/2020.Kendati demikian, seperti yang dilansir dari KOMPAS.com, melaui Plt Jubir KPK, bahwa KPK membantah dan tidak pernah mengeluarkan sprindik tersebut.Namun, Ahmad mengingatkan agar jangan sampai KPK disusupi oleh kelompok-kelompok yang melakukan intervensi dalam memberantas korupsi di tanah air. Dan pemuda asal Maluku tersebut pun mempertanyakan kestrerilan lembaga anti rusuah tersebut.”Bagaimana bisa KPK bantah mengeluarkan sprindik, sedangkan sprindik keluar plus ditandatangani oleh Ketua KPK. Saya juga curiga jika KPK tidak steril,” ujar Ahmad.Lebih jauh, Ahmad Latupono menjelaskan bahwa jika memang ada keterlibatan salah satu pentolan BUMN terlibat dengan dugaan kasus korupsi, ia pun mendorong KPK untuk mendalami dan membuka seluas-luasnya dugaan tersebut, agar tidak terjadi opini buruk terhadap KPK.”Jika memang benar ada keterlibatan Menteri BUMN dengan dugaan kasus korupsi, artinya KPK harus buka dong kasusnya, jangan sampai KPK dapat citra buruk dari publik, setelah itu kan publik tahu, terlibat atau tidak menteri tersebut,” tutup Ahmad dalam keterangan tertulisnya.